Minggu, 16 Agustus 2009

ADMIRAL ZHENG HE







Majalah National Geographic edisi July 2005 menampilkan Zheng He alias Cheng Ho ( seribu perairan ) sebagai cover storynya. Meskipun agak pendek tapi ceritanya cukup luas, seperti diceritakan bahwa ekspedisi beliau mencapai pantai Afrika (dari sana beliau juga mengirim orang kepercayaannya ke Mekah). Ekspedisinya merupakan seri terdiri dari 7 ekspedisi besar (yang pertama saja berupa armada 317 kapal dan 27870 orang) yang merupakan program jangka (sangat) panjang kedepan, yang ternyata berpengaruh besar terhadap hubungan internasional hingga kini. 

Ekspedisi ini menurut cerita itu merupakan hasil pemikiran jauh kedepan dari Kaisar Zhu Di. Namun sayangnya setelah tujuh ekspedisi, proyek ini dihentikan tiba-tiba oleh penggantinya Kaisar Zhu Gaozhi yang tak lain adalah puteranya sendiri. Pengganti Zhu Gaozi, Kaisar Zhu Zhanji juga meneruskan larangan ekspedisi, membuat China kembali ke politik isolasinya yang bertahan hingga zaman modern. Dan menariknya disini (paling tidak buat saya) adalah bahwa ekspedisi Cheng Ho ini bernafaskan damai meskipun dengan kekuatan yang begitu besar. Berbeda dengan ekspedisi-ekspedisi dari Eropah penerusnya (yang jauh lebih kecil) yang penuh dengan kekerasan dan pemaksaan (yang nota bene menurut ahli sejarah mengisi kekosongan yang ditinggalkan ekspedisi Cheng Ho yang di hentikan tiba-tiba). 

Cheng Ho membawa penterjemah, diplomat, astronom, penulis, sastrawan dll, bahkan diceritakan disetiap ekspedisi Cheng Ho membawa pulang dengan penuh kehormatan (mengundang) diplomat-diplomat dari negara-negara yang dikunjunginya ke China (dari situ saya jadi tahu bahwa Ming artinya Cerah dan mencerahkan). Ceritanya juga cukup dalam dan detail dimana digambarkan armada Cheng Ho sempat menghajar kelompok bajak laut yang paling ditakuti di selat Malaka Chen Zuyi asal Kanton (menariknya Zuyi ini berpangkalan di Palembang saat itu). Digambarkan juga para pelaut Cheng Ho terheran-heran ketika di pulau Jawa melihat burung burung Kakatua, Nuri dan Beo yang bisa bicara. 


Tetapi diceritakan juga mereka kaget melihat kelakuan orang-orang kita yang punya kebiasaan selalu membawa bawa pisau pendek (badik/keris) kemana-mana dan siap menikam orang lain hanya karena hal-hal sepele (sepertinya sampai sekarang masih banyak ya). Semua perjalanannya didokumentasikan. Banyak yang sudah hancur tapi banyak juga yang masih bisa dipelajari hingga sekarang.


Saptono
lukisan Armada Cheng Ho courtesy Majalah National Geographic

ASAL USUL NAMA TEMPAT DI JAKARTA

ANCOLKawasan ancol terletak disebelah timur Kota Tua Jakarta, sampai batas kompleks Pelabuhan Samudera Tanjungpriuk. Dewasa ini kawasan tersebut dijakdikan sebuah Kelurahan dengan nama yang sama, termasuk wilayah kecamatan Pademangan, Kotamadya Jakarta Utara.Ancol mengandung arti "tanah mendidih berpaya – paya" Dahulu, bila laut sedang pasang air payau kali Ancol berbalik kedarat menggenangi tanah sekitarnya sehingga terasa asin. Wajarlah bila orang – orang Belanda zaman VOC menyebut kawasan tersebut sebagai Zoutelande. "tanah asin" sebutan yang juga diberikan untuk kubu pertahanan yang dibangun di situ pada tahun 1656(De Haan 1935:103 – 104).Untuk menghubungkan Kota Batavia yang pada zaman itu berbenteng dengan kubu tersebut, sebelumnya telah dibuat terusan, yaitu Terusan Ancol,yang sampai sekarang masih dapat dilayari perahu. Kemudian dibangun pula jalan yang sejajar dengan terusan.Pembuatan terusan, jalan dan kubu pertahanan di situ, karena dianggap srtategis dalam dalam rangka pertahanan kota Batavia. Sifat strategis kawasan Ancol rupanya sudah dirasakan pada masa agama Islam mulai tersebar didaerah pesisir Kerajaan Sunda. Dalam Koropak 406, Carita Parahiyangan, Ancol disebut – sebut sebagai salah satu medan perang disamping Kalapa Tanjung ahanten (Banten) dan tempat – tempat lainnya pada masa pemerintahan Surawisesa (1521 – 1535).
ANGKEMerupakan sebutan sebuah kampung yang terkenal dengan mesjid tua yang bernama Mesjid Al – Anwar, yang dibangun sekitar tahun 1714. Sekarang kampung Angke, Kecamatan Tambora Jakarta Barat.Asal – usul kata angke berasal dari bahasa Cina dengan dua suku kata, yaitu ang yang artinya darah dan Ke yang artinya bangkai. Kampung ini dinamakan Angke karena adanya peristiwa sejarah yang sangat berhubungan dengan sejarah kota Batavia. Pada tahun 1740 ketika terjadi pemberontakan orang – orang Cina di Batavia, ribuan orang Cina dibantai oleh Belanda. Mayat orang – orang Cina yang bergelimpangan dibawa dan dihanyutkan ke kali yang ada didekat peristiwa tersebut, sehingga kampung dan kali yang penuh dengan mayat itu diganti penduduk dengan nama Kali Angke dan kampung Angke. Sebelum peristiwa itu terjadi, kampung itu namanya adalah kampung Bebek, hal ini karena orang Cina yang tinggal dikampung itu banyak yang berternak bebek.Lokasi kampung bebek sangat strategis untuk memelihara bebek karena dekat dengan sungai.
BATU AMPARBatu Ampar yang merupakan bagian dari kawasan Condet, bahkan biasa disebut Condet Batuampar, dewasa ini menjadi sebuah kelurahan,Kelurahan Batuampar, Kecamatan Keramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Wilayah kelurahan Batuampar di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Balekambang, (lengkapnya Condet Balekambang), yang dalam sejarahnya berkaitan satu sama lain.Ada legenda yang melekat pada nama tempat tersebut sebagaimanadiceritakan oleh orang – orang tua di Condet kepada Ran Ramelan,penulis buku kecil berjudul Condet, sebagai berikut.Pada jaman dulu ada sepasang suami istri, namanya Pangeran Geger dan Nyai Polong, memeliki beberapa orang anak. Salah seorang anaknya,perempuan, diberi nama Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Waktu Maemunah sudah dewasa dilamar oleh Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makasar yang tinggal di sebelah timur Condet, untuk salah seorang anaknya, bernama Pangeran Astawana.Supaya dibangunkan sebuah rumah dan sebuah tempat bersenang – senang di atas empang, dekat kali Ciliwung, yang harus selesai dalam waktu satu malam. Permintaan itu disanggupi dan terbukti, menurut sahibulhikayat, esok harinya sudah tersedia rumah dan sebuah bale di sebuah empang di pinggir kali Cliwung, sekaligus dihubungkan dengan jalan yang diampari dengan batu, mulai dari tempat kediaman keluarga Pangeran Tenggara . Demikianlah, menurut cerita, tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu selanjutnya disebut Batuampar, dan bale (Balai) peristirahatan yang seolah – olah mengambang di atas air kolam dijadikan nama tempat .
BALEKAMBANG.Pada awal abad keduapuluh di Batuampar terdapat perguruan silat yang dipimpin antara lain oleh Maliki dan Modin (Pusponegoro, 1984,IV:295). Pada tahun 1986, seorang guru silat di Batuampar, Saaman,terpilih sebagai salah seorang tenaga pengajar ilmu bela diri itu di Negeri Belanda, selama dua tahun. Tidak mustahil, kemahiran Saaman sebagai pesilat, sehingga terpilih menjadi pengajar di mancanegara itu, adalah kemahiran turun – temurun.
BETAWIMerupakan sebutan lain untuk kota Jakarta dan sekaligus sebutan untuk masyarakat pribumi yang berdiam di Jakarta Asal – usul penyebutan nama Betawi ini ada beberapa versi.Versi pertama menyebutkan bahwa nama Betawi berasal dari pelesetan nama Batavia. Nama Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh J.P Coen untuk kota yang harus dibangunnya pada awal kekuasaan VOC di Jakarta. Kota Batavia yang dibangun Coen itu sekarang disebut Kota atau Kota lama Jakarta. Karena asing bagi masyarakat pribumi dengan kata Batavia, maka sering dibaca dengan Betawi.Versi kedua menyebutkan bahwa nama Betawi mempunyai sastra lisan yang berawal dari peristiwa sejarah yang bermula dariPenyerangan Sultan Agung (Mataram) ke Kota berbenteng , Batavia. Karena dikepung berhari– hari dan sudah kehabisan amunisi, maka anak buah (serdadu) J.P. Coen terpaksa membuat peluru meriam dari kotoran manusia Kotoran manusia yang ditembakkan kepasukan Mataram itu mendatangkan bau yang tidak sedap, secara spontan pasukan Mataram yang umumnya adalah orang Jawa berteriak menyebut mambu tai….., mambu tai. Kemudian dalam percakapansehari – hari sering disebut Kota Batavia dengan kota bau tai dan selanjutnya berubah dengan sebutan Betawi.
BIDARACINABidaracina dewasa ini menjadi nama sebuah kelurahan, kelurahanBidaracina, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.Menurut beberapa informasi, kawasan tersebut dikenal dengan namaBidaracina, karena pada waktu terjadi pemberontakan orang –orang Cina di Batavia dan sekitarnya terhadap Kompeni pada tahun 1740, ribuan dari mereka terbunuh mati, bermandi darah. Di antaranya di tempat yang kemudian disebut Bidaracina itu.Informasi tersebut tidak mustahil mengandung kebenaran walaupunmengundang beberapa pertanyaan, kenapa hanya dikawasan itu yangdisebut Bidaracina, karena banyak orang Cina mati bermandikan darah?.Padahal peristiwa pembunuhan itu konon terjadi di pelosok Kota Batavia dan sekitarnya. Kenapa tidak di sebut Cina berdarah, sesuai dengan kaidah bahasa Melayu, yang kemudian berubah menjadi cinabedara,selanjutnya menjadi cinabidara?Perkiraan lainnya, asal nama kawasan tersebut dari bidara yang ditanam oleh orang Cina di situ. Bidara, atau bahasa ilmiahnya Zizyphus jujube Lam, famili Rhanneae, adalah pohon yang kayunya cukup baik untuk bahan bangunan,. Akar dan kulitnya yang rasanya pahit, mengandung obatpenyembuh beberapa macam penyakit,termasuk sesak nafas. Di ketiak dahannya biasa timbul gumpalan getah. Buahnya dapat dimakan (Fillet 1888:52)Ada kaitannya dengan perkiraan tersebut, yaitu keterangan tentang adanya seorang Cina yang mengikat kontrak yang aktanya dibuat oleh Notaris Reguleth tertanggal 9 Oktober 1684, untuk menanami kawasan sekitar benteng Noordwijk dengan pohon buah – buahan, termasuk pohon Bidara (De Haan 1911, (11):613). Walaupun di luar kontrak tersebut,mungkin saja seorang Cina menanam bidara di tempat yang kini dikenaldengan sebutan Bidaracina itu.
CAWANGKawasan Cawang dewasa ini menjadi sebuah kelurahan Kelurahan Cawang,Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Nama kawasan tersebut berasal dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin panggilan dari Anwar).Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan namaKampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 Cawang sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah – tanah miliknya yang lain seperti Tanjungtimur atau Groeneveld, Cikeas,Pondokterong, Tanjungpriuk dan Cililitan (De Haan, 1910:50).Pada awal abad ke-20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena disana bermukim seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias Bapak Cungok. Sairin dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924. Di samping itu. Ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah partikelir Tanjung Oost (Poesponegoro 1984, (IV):299 – 300).
CIJANTUNGDewasa ini Cijantung menjadi nama sebuah kelurahan, KelurahanCijantung, wilayah Kecamatan Pasar Rebo, Kotamadya Jakarta Timur.Namanya berasal dari nama sebuah anak sungai CiLiwung, yang berhulu di Areman, dekat Kelapadua sekarang.Pada pertengahan abad ketujuh belas kawasan itu sudah berpenghuni,sebagaimana dilaporkan oleh Kapten Frederick H. Muller, yang memimpin ekspedisi pasukan Kompeni pertama yang menjelajahi daerah sebelah selatan Meestercornelis, yang hutannya sudah dibuka setahun sebelumnya oleh Cornelis Senen. Ekspedisi Muller tersebut dilakukan karena terdorong oleh adanya berita – berita tentang adanya gerombolan orang-orang Mataram di daerah pedalaman, serta adanya jalan darat yang biasa digunakan oleh orang – orang Banten ke Priangan, melalui Muaraberes,di tepi sungai Ci Liwung.Perjalanan Kapten Muller dari kastil Batavia ke Cijantung, dimulai tanggal 4 Nopember 1657, bersama pasukannya yang terdiri atas 14 orang serdadu kulit putih dan 15 orang Mardijker, dipandu oleh 10 orang pribumi. Setelah berjalan selama tiga hari dengan susah payah merambah hutan, menyusuri tepi Sungai Ci Liwung, barulah mereka sampai di Cijantung yang di huni oleh 12 umpi di bawah pemimpinnya bernama Prajawangsa (De Haan 1911, (II):24).Mungkin sulit untuk dibayangkan, betapa lebatnya hutan antaraJatinegara sampai Cijantung pada tahun 1657 itu, dibandingkan dengan keadaan dewasa ini.
CILILITANKawasan Cililitan dahulu terbentang dari sungai Ci Liwung di sebelah barat, sampai sungai Ci Pinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan Kampung Makasar dan Condet. Di sebelah utara berbatasan dengan kawasan Cawang . Bagian sebelah barat Jalan Dewi Sartika sekarang sebatas simpangan Jalan Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak disebelah timur Jalan Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan KRAMATJATI,Kotamadya Jakarta Timur.Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Cipinang.Dewasa ini anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas – bekasnya.Kata ci, adalah bahasa Sunda, mengandung arti "air sungai" Lilitan lengkapnya lilitan – kutu, adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd., termasuk famili Urticeae (Fillet 1888:201).Pada pertengahan abad ke- 17 kawasan Cililitan merupakan bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih dimiliki oleh Pieter van der Velde (De Haan 1910:50). Kemudian beberapa kali berpindah pindah tangan. Sampai diganti namanya menjadi lapangan Udara Halim Perdanakusumah. Lapangan udara tersebut biasa disebut Lapangan Udara (vliegeld, kata orang Belanda) Cililitan.
CILINCINGKawasan Cilincing terletak di sebelah timur Pelabuhan SamuderaTanjungpriuk, dewasa ini menjadi sebuah kecamatan, KecamatanCilincing, termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Utara.Nama Cilincing diambil dari nama anak sungai yang mengalir dariselatan keutara, membelah kawasan tersebut. Cilincing mungkinlengkapnya berasal dari Ci Calincing. Kata Ci, adalah bahasa sunda ,yang artinya sungai, seperti Ci Tarum, Ci Liwung, dan CiManuk.Cilincing adalah nama jenis pohon, sama dengan belimbing wuluh,averhrhoa Carambola L. Termasuk famili Oxalideae (Fillet 1883 :292).Walaupun letaknya cukup jauh untuk ukuran tiga abad yang lalu,ternyata disana terdapat dua villa, tempat peristirahatan .Yangpertama adalah landhuis Cilincing yang dibangun oleh Justinus Vinck pada tahun 1740 dan sampai sekarang masih dapat dilihat, walaupun keadaannya tidak begitu menggembirakan. Dewasa ini bangunan tersebut dihuni beberapa pensiunan anggota kepolisian, dan dikenal dengan sebutan Rumah Veteran. Yang kedua adalah landhuis Vredestein yang dibangun oleh mantan Gubernur Pantai Utara Jawa, Nicolaas Hartingh,pada tahun 1750. Landhuis yang kedua itu sekarang sudah tidak ada bekas – bekasnya.Dalam sejarah Jakarta, Cilincing memegang peranan cukup penting,karena disanalah pada tanggal 4 Agustus 1811 pasukan balatentaraInggris yang jumlahnya hamper 12.000 orang, mendarat tanpa mendapat perlawanan dari pihak Belanda, yang pada masa itu berada di bawah kekuasaan Perancis (J.R. van Diesen 1889:303).

CONDETKawasan Condet meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar,Kampung Tengah (dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ci Liwung, yaitu CiOndet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh – ondeh, adalah nama pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg.,termasuk famili Antidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan.Data tertulis pertama yang menyinggung – nyinggung Condet adalahcatatan perjalanan Abraham van Riebeeck, waktu masih menjadi Direktur Jenderal VOC di Batavia ( sebelum menjadi Gubernur Jendral ). Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet "Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet",..(De Haan 1911: 320).Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya (tentang tokoh ini dapat dilihat dalam tulisan ini pada entri: Kebantenan),yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya menghibahkan beberaparumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak – anak dan istrinyayang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).Keterangan ketiga adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Bataviatertanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada frederik willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng, Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).

GAMBIRSekarang kampung Gambir tinggal kenangan saja, yang tersisa adalah nama Kelurahan Gambir dan nama Stasiun Gambir yang masih tertinggal pada salah satu stasiun yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Wilayah yang termasuk pada kawasan Gambir batas – batasnya adalah: diutara jalan Veteran, di Selatan jalan Kebon Sirih, di Barat jalan Mojopahit dan di Timur kali Ciliwung. Kata Gambir sudah dikenal sejak nama,sejak kawasan ini mulai mengacu pada sebutan masyarakat lokal yangmelihat banyaknya pohon gambir yang tumbuh dikawasan ini.Sebelum dikembangkan oleh Daendles sebagai pusat pemerintahan HindiaBelanda di daerah baru yang disebutnya Weltevreden, sejarah kawasanini telah dimulai sejak tahun 1658 masih berupa daerah rawa – rawa danpadang ilalang. Oleh pemiliknya yang bernama Anthony Paviljoen daerahini telah mulai disewakan kepada masyarakat Cina untuk digarap sebagailahan pertanian tebu, pertanian sayur – sayuran dan sawah. Setelahmakin berkembang didaerah ini timbul pasar yang berlanjut terussebagai pasar tempat memeperingati hari lahir ratu Belanda yang diadakan pasar malam setiap tahun. Pasar yang tumbuh dan berkembangterus itu disebut pasar Gambir.Setelah Daendels berkuasa dan memindahkan pusat pemerintahan dari Kotake Weltevreden yang dalam bahasa Belanda berarti tempat yang palingideal sebagai lokasi pemukiman (tempat yang nyaman), maka Belandamulai membangun berbagai macam sarana prasarana perkotaan di daerahbaru ini. Salah satu sarana perkotaan yang terkenal pada waktu ituadalah lapangan koningsplein yang disebut juga oleh masyarakat lokaldengan nama lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta). Lapangan inimengingatkan kita pada peristiwa rapat raksasa rakyat Jakarta yangterjadi dilapangan IKADA ini. Pada masa lalu, dilapangan ini terdapatperkumpulan olah raga dan yang paling terkenal adalah BataviaascheSport Club (BSC) dan Batavia Buitenzorg Wedloop Societet (BBWS). BSCadalah perkumpulan olahraga biasa dan BBWS adalah perkumpulan olahraga berkuda.Setelah pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai pada tahun 1962,Lapangan Gambir dan perumahan Departemen Pekerjaan Umum (DPU), sertaperumahan Djawatan Kereta Api (DKA) ikut tergusur untuk ikut tergusurjuga dan nama pasar tersebut diabadikan pada lokasi Pekan Raya Jakarta(PRJ) di Kemayoran. Yang tersisa dari kata Gambir untuk masa sekarangadalah nama stasiun Gambir dan nama Kelurahan Gambir.

GLODOK Glodok dewasa ini dijadikan nama sebuah kelurahan di wilayah kecamatanTamansari, Kotamadya Jakarta Barat.Mengenai asal – usul nama kawasan itu terdapat beberapa pendapat. Adayang mengatakan berasal dari kata grojok, onomatopi suara kucuran airdari pancuran. Memang cukup masuk akal, karena di sana jaman duluterdapat semacam waduk penampungan air dari kali Ciliwung, yangdikucurkan dengan pancuran terbuat dari kayu dari ketinggian kuranglebih 10 kaki. Kata grojok diucapkan oleh orang – orang. Tionghoatotok, penduduk mayoritas kawasan itu jaman dulu berubah menjadiGlodok sesuai dengan lidahnya.Keterangan lainnya menyebutkan, bahwa kata glodok diambil dari sebutanterhadap jembatan yang melintas Kali Besar (Ciliwung) di kawasan itu,yaitu jembatan Glodok. Disebut demikian karena dahulu di ujungnyaterdapat tangga – tangga menempel pada tepi kali, yang biasa digunakanuntuk mandi dan mencuci oleh penduduk di sekitarnya. Dalam bahasaSunda, tangga semacam itu disebut glodok, sama seperti sebutan bagitangga rumah.Mandi di kali pada jaman dulu, bukan hanya kebiasaan orang bumiputrasaja melainkan menjadi kebiasaan umumnya penduduk, termasuk orang –orang Belanda yang berkedudukan tinggi sekalipun ( De Haan, 1935: 193dan 294).GondangdiaMerupakan nama kampung yang sekarang berada ditengah pemukiman elitMenteng Jakarta Pusat.

GONDANGDIANama Gondangdia cukup dikenal dikalanganmasyarakat awam di Jakarta karena sering disebut dalam lagu Betawi,Cikini sigondang dia, saya disini karena dia. Batas – batas wilayahGondangdia adalah:- Sebelah Utara jalan K.H. Wahid Hasyim- Sebelah Selatan Jalan Sutan Syahrir- Sebelah Barat kali Cideng- Sebelah Timur jalan Rel Kereta Api.Asal usul nama kampung Gondangdia ternyata ada beberapa versi,diantaranya adalah:1. Nama Gondangdia berasal dari nama pohon Gondang (sejenis pohonberingin) yang tumbuh pada tanah basah atau berair. Kemungkinan padamasa lalu ada pohon Gondang yang tumbuh di daerah ini.2. Nama Gondangdia berasal dari nama binatang air sejenis keongGondang. Yang artinya keong besar. Kemungkinan pada masa lalu didaerahini banyak terdapat keong besar, sehingga masyarakat menyebut tempatini dengan menyebut nama keong.3. Nama Gondangdia berasal dari nama seorang kakek yang terkenal dandisegani oleh masyarakat sekitar kampung. Kakek ini mempunyai namakondang dan sering juga dipanggil Kyai kondang Karena terkenaldikalangan masyarakat kampung, nama kakek kondang sering disebut –sebut dan masyarakat sering mengaitkan nama tempat itu dengan namakakek, maka disebut dengan gondangdia (kakek dia yang tersohor).

HEKTempat yang terletak antara Kantor Kecamatan Kramatjati dan kantorPolisi Resor Kramatjati, sekitar persimpangan dari jalan Raya Bogor keTaman Mini Indonesia Indah (TMII) terus ke Pondokgede, dikenal dengannama Hek.Rupanya, nama tersebut berasal dari bahasa Belanda. Menurut Kamus UmumBahasa Belanda – Indonesia (Wojowasito 1978:269), kata hek berartipagar. Tetapi menurut Verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal(Koenen- Endpols, 1946:388), kata hek dapat juga berarti pintu pagar("..raam-of traliewerk…"). Dari seorang penduduk setempat yang sudahberumur lanjut, diperoleh keterangan, bahwa di tempat itu dahulumemang ada pintu pagar, terbuat dari kayu bulat, ujung – ujungnyadiruncingkan, berengsel besi besar – besar, bercat hitam. Pintu itudigunakan sebagai jalan keluar – masuk kompleks peternakan sapi, yangsekelilingnya berpagar kayu bulat. Kompleks peternakan sapi itu dewasaini menjadi kompleks Pemadam Kebakaran dan Kompleks polisi ResortKeramatjati. Sampai tahun tujuh puluhan kompleks tersebut masih biasadisebut budreh, ucapan penduduk umum untuk kata boerderij, yangberarti kompleks pertanian dan atau peternakan.Kompleks peternakan tersebut merupakan salah satu bagian dari TanahPartikelir Tanjoeng Oost, yang pada masa sebelum Perang Dunia Keduaterkenal akan hasil peternakannya, terutama susu segar untuk konsumsiorang – orang Belanda di Batavia. (Sumber: De Haan 1935: Van Diesen 1989).

JALAN CENGKEHJalan Cengkeh terletak di Kota Tua Jakarta sebelah utara Kantor Pos,di samping sebelah timur Pasar Pisang.Dahulu jaman penjajahan Belanda, Jalan itu bernama Princenstraat,tetapi umum juga disebut Jalan Batutumbuh, mungkin karena disanaterdapat batu bertulis. Kawasan sekitar batu prasasti Puernawarman, diTugu juga biasa disebut Kampung Batutumbuh.Pada tahun 1918, di dekat tikungan Jalan Cengkeh ke Jalan KalibesarTimur, yang waktu itu bernama Groenestraat, ditemukan batu bertulispeninggalan orang – orang Portugis, yang biasa disebut padrao. Padraoitu dipancangkan oleh orang – orang Portugis, menandai tempat akandibangun sebuah benteng, sesuai dengan perjanjian yang dibuat antaraRaja Sunda dengan perutusan Portugis yang dipimpin oleh Henriquez deLemme, yang menurut Sukamto ditandatangani pada tanggal 21 Agustus1522. Batu bertulis itu diberi ukiran berupa lencana. Raja Immanuel.Rupanya de Leme beserta rombongannya belum mengetahui bahwa rajaPortugal tersebut telah meninggal tanggal 31 Desember 1521.Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa Portugis akan mendirikanbenteng di Banten dan Kalapa. Untuk itu tiap kapal Portugis yangdating akan diberi muatan lada yang harus ditukar dengan barang –barang keperluan yang diminta oleh pihak Sunda. Mulai saat bentengdibangun pihak Sunda akan menyerahkan 1.000 karung lada tiap tahununtuk ditukarkan dengan barang – barang yang dibutuhkan (Sumber:Hageman 1867: Soekamto 1956: Danasasmita 1983)

JAPAT JAPAT terletak di sebelah tenggara Pelabuhan Sunda Kalapa, termasuk wilayah Kelurahan Ancol Utara, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.Nama kawasan tersebut berasal dari kata jaagpad. Ada yang mengatakan,kata jaagpad berarti "Jalan setapak yang biasa digunakan untukberburu" . Katanya jaag, dari jagen, artinya "berburu" Pad, artinya"jalan setapak" padahal, kata jaagpad tidak ada sangkut pautnya denganberburu, melainkan sebuah istilah dalam pelayaran perahu. Pada alursungai atau terusan yang dangkal, perahu yang melaluinya baru dapatbergerak maju, kalo ditarik. Pada jaman Kompeni Belanda, bahkanbeberapa dasawarsa sebelum pelabuhan Tanjungpriuk dibuat, kapal –kapal (layar) yang cukup besar bila berlabuh dipelabuhan Batavia, yangsekarang menjadi Pelabuhan Sunda Kalapa, tidak merapat sepertisekarang, melainkan biasa membuang sauh masih jauh dilaut lepas.Pengangkutan orang dan barang dari kapal biasa dilakukan denganperahu. Untuk mempermudah pendaratan, di sebelah rimur Pelabuhan SundaKalapa sekarang dibuat terusan khusus untuk perahu – perahu pendarat.Terutama di musim hujan, terusan tersebut biasa menjadi dangkal,dipenuhi lumpur dari darat bercampur pasir dari laut sehingga perahukecil pun sulit melewatinya. Apalagi perahu besar, berlunas lebar,sarat muatan, agar bisa bergerak maju harus dihela beberapa kuda atausejumlah orang yang berjalan di depan perahu, sebelah kiri dan kananterusan.Terusan tersebut diuruk pada abad ke- 19, sehingga sekarang sulituntuk melacaknya. Yang tersisa hanya sebutannya jaagpad yang berubahmenjadi japat, sebagai nama dari kawasan tersebut.

JATINEGARA
Jatinegara dewasa ini menjadi nama sebuah Kecamatan. KecamatanJatinegara, Kotamadya Jakarta Timur, salah satu pusat Kota Jakartayang multipusat itu.Nama Jatinegara baru muncul pada kawasan tersebut, sejak tahun 1942,yaitu pada awal masa pemerintahan pendudukan balatentara Jepang diIndonesia, sebagai pengganti nama Meester Cornelis yang berbau Belanda.Sebutan Meester Cornelis mulai muncul ke pentas sejarah Kota Jakartapada pertengahan abad ke-17, dengan diberikannya izin pembukaan hutandikawasan itu kepada Cornelis Senen adalah seorang guru agama Kristen,berasal dari Lontor, pulau Banda. Setelah tanah tumpah – darahnyadikuasai sepenuhnya oleh kompeni, pada tahun 1621 Senen mulai bermukimdi Batavia, ditempatkan di kampung Bandan. Dengan tekun ia mempelajariagama Kristen sehingga kemudian mampu mengajarkannya kepada kaumsesukunya. Dia dikenal mampu berkhotbah baik dalam bahasa Melayumaupun dalam bahasa Portugis (kreol) Sebagai guru, ia biasa dipanggilmester, yang berarti "tuan guru". Hutan yang dibukanya juga dikenaldengan sebutan Mester Cornelis, yang oleh orang – orang pribumi biasadisingkat menjadi Mester. Bahkan sampai dewasa ini nama itu nampaknyamasih umum digunakan oleh penduduk Jakarta, termasuk oleh parapengemudi angkot (angkutan kota).Kawasan hutan yang dibuka oleh Mester Cornelis Senen itu lambat launberkembang menjadi satelit Kota Batavia. Dalam rangka pelaksanaanotonomi daerah oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuklah PemerintahanGemeente (kotapraja) Meester Cornelis, bersamaan dengan dibentuknyaGemeente Batavia. Kemudian, mulai tanggal 1 Januari 1936 GemeenteMeester Cornelis digabungkan dengan Gemeente Batavia.Disamping kedudukannya sebagai gemeente, pada tahun 1924 MeesterCornelis dijadikan nama kabupaten, Kabupaten Meester Cornelis, yangterbagi menjadi 4 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Meester Cornelis,Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang (Kolonial Tidschrifft, Maart 1933:1).Pada jaman Jepang pemerintah pendudukan jepang, nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara, bersetatus sebagai sebuah Siku, setingkatkewedanaan, bersama – sama dengan Penjaringan, Manggabesar,Tanjungpriuk, Tanahabang, Gambir, dan Pasar Senen.Ketika secara administrative Jakarta ditetapkan sebagai KotaprajaJakarta Raya, Jatinegara tidak lagi menjadi kewedanaan, karenakewedanaan dipindahkan ke Matraman, dengan sebutan KewedanaanMatraman. Jatinegara menjadi salah satu wilayah Kecamatan Pulogadung,Kewedanaan Matraman (The Liang Gie 1958:144)Jatinegara KaumJatinegara Kaum dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, KelurahanJatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur.Disebut Jatinegara Kaum, karena di sana terdapat kaum, dalam hal inirupanya kata kaum diambil dari bahasa Sunda, yang berarti "tempattimggal penghulu agama beserta bawahannya" (Satjadibrata, 1949:149).Sampai tahun tigapuluh abad yang lalu, penduduk Jatinegara Kaum umumnya berbahasa Sunda (Tideman 1933:10).Dahulu Jatinegara kaum merupakan bagian dari kawasan Jatinegara yangmeliputi hamper seluruh wilayah Kecamatan Pulogadung sekarang. Bahkan di wilayah Kecamatan Cakung sekarang, terdapat sebuah kelurahan yangbernama Jatinegara, yaitu Kelurahan Jatinegara.Dari mana asal nama Jatinegara serta kapan kawasan tersebut bernama demikian, belum dapat dinyatakan dengan pasti. Yang jelas nama kawasantersebut baru disebut – sebut pada tahun 1665 dalam catatan harian(Dagh Register) Kastil Batavia, waktu diserahkan kepada PangeranPurbaya beserta para pengikutnya. Pangeran Purbaya adalah salahseorang putra Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Banten yang digulingkandari tahtanya oleh putranya sendiri, Sultan Haji, dengan bantuankompeni Belanda pada tahun 1682. Setelah tertawan, Pangeran Purbayabeserta saudara – saudaranya yang lain, seperti Pangeran Sake danPangeran Sangiang, ditempatkan di dalam benteng Batavia. Kemudian ,ditugaskan untuk memimpin para pengikutnya, yang ditempatkandibeberapa tempat, seperti Kebantenan, Jatinegara, Cikeas, Citeurep,Ciluwar, dan Cikalong.Orang – orang Banten yang bermukim di Jatinegara, awalnya dipimpinoleh Pangeran Sangiang. Karena dianggap terlibat dalam pemberontakanKapten Jonker, kekuasaan Pangeran Sangiang di Jatinegara ditarikkembali, dan pada tahun 1680 diserahkan kepada Kiai aria Surawinata,mantan bupati Sampora, kesultanan Banten (T.B.G. XXX:138) yang setelahmenyerah kepada kompeni diangkat menjadi Letnan, di bawah PangeranSangiang. Sampai tahun 1689.Surawinata masih bermukim di Luarbatang .Setelah Kiai Aria Surawinata wafat, berdasarkan putusan PimpinanKompeni Belanda di Batavia tertanggal 27 Oktober 1699, sebagaipenggantinya adalah putranya, Mas Muhammad yang Panca wafat, sebagaipenggantinya ditunjuk salah seorang putranya, Mas Ahmad. Pada waktupara bupati Kompeni diwajibkan untuk menanam kopi di wilayahnya masing– masing, penyerahan hasil pertanian itu dari tahun 1721 sampai dengantahun 1723. tercatat atas nama Mas Panca. Baru pada tahun 1724tercatat atas nama Mas Ahmad. Pada tahun 1740 rupanya Mas Ahmad masihmenjadi bupati Jatinegara atas nama Mas Ahmad berjumlah 2.372,5 pikul,kurang lebih 14.650 kg.KebantenanKawasan Kebantenan, atau kebantenan, dewasa ini termasuk wilayahKelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.Dikenal dengan sebutan Kebantenan, karena kawasan itu sejak tahun 1685dijadikan salah satu tempat pemukiman orang – orang Banten, dibawahpimpinan Pangeran Purbaya, salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa.Tentang keberadaan orang – orang Banten dikawasan tersebut, sekilasdapat diterangkan sebagai berikut.Setelah Sultan Haji (Abu Nasir Abdul Qohar ) mendapat bantuan kompeni yang antara lain melibatkan Kapten Jonker, Sultan Ageng Tirtayasaterdesak, sampai terpaksa meninggalkan Banten, bersama keluarga danabdi – abdinya yang masih setia kepadanya. Mereka berpencar, tetapikemudian terpaksa mereka menyerahkan diri, Sultan Ageng di sekitarCiampea, Pangeran Purbaya di Cikalong kepada Letnan Untung (UntungSurapati).Di Batavia awalnya mereka ditempatkan didalam lingkungan benteng.Kemudian Pangeran Purbaya beserta keluarga dan abdi – abdinya diberitempat pemukiman, yaitu di Kebantenan, Jatinegara, Condet, Citeureup,dan Cikalong.Karena dituduh terlibat dalam gerakan Kapten Jonker, Pangeran Purbayadan adiknya. Pangeran Sake, pada tanggal 4 Mei 1716 diberangkatkan keSrilangka, sebagai orang buangan. Baru pada tahun 1730 kedua kakakberadik itu diizinkan kembali ke Batavia. Pangeran Purbaya meninggaldunia di Batavia tanggal 18 Maret 1732.Perlu dikemukakan, bahwa disamping Kabantenan di Jakarta Utara itu,ada pula Kabantenan yang terletak antara Cikeas dengan Kali Sunter,sebelah tenggara Jatinegara, atau sebelah barat daya Kota Bekasi. Disalah satu rumah tempat kediaman Pangeran Purbaya yang berada dibaratdaya Bekasi itu ditemukan lima buah prasasti berhuruf Sunda kuno,peninggalan jaman kerajaan Sunda, yang ternyata dapat sedikit membukatabir kegelapan Sejarah Jawa Barat.

KAMPUNG AMBONMerupakan penyebutan nama tempat yang ada di Rawamangun, JakartaTimur. Nama ini sudah ada sejak tahun 1619. Pada waktu itu JP. Coensebagai Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang denganInggris. Untuk memperkuat angkatan perang VOC, Coen pergi ke Ambonmencari bantuan dengan menambah pasukan dari masyarakat Ambon. PasukanAmbon yang dibawa Coen dimukimkan orang Ambon itu lalu kita kenal sebagai kampung Ambon, terletak didaerah Rawamangun, Jakarta Timur.

KAMPUNG BALI Di wilayah Propinsi DKI Jakarta terdapat beberapa kampung yang menyandang nama Kampung Bali, karena pada abad ketujuhbelas atau kedelapan belas dijadikan pemukiman orang – orang Bali, yang masing –masing dipimpin kelompok etnisnya. Untuk membedakan satu sama lainnya,dewasa ini biasa dilengkapi dengan nama kawasan tertentu yangberdekatan, yang cukup banyak dikenal. Seperti Kampung Bali dekat Jatinegara yang dulu bernama Meester Corornelis, disebut Balimester,Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.Balimester tercatat sebagai perkampungan orang – orang Bali sejaktahun 1667.Kampung Bali Krukut, terletak di sebelah barat Jalan Gajahmadasekarang yang dahulu bernama Molenvliet West. Di sebelah selatan,perkampungan itu berbatasan dengan tanah milik Gubernur Reineir deKlerk (1777 – 1780), dimana dibangun sebuah gedung peristirahatan,yang dewasa ini dijadikan Gedung Arsip Nasional.Kampung Bali Angke sekarang menjadi kelurahan Angke, Kecamatan TamboraJakarta Barat. Disana terdapat sebuah masjid tua, yang menurutprasasti yang terdapat di dalamnya, dibangun pada 25 Sya'ban 1174 atau2 April 1761. Dihalaman depan masjid itu terdapat kuburan antara lainmakam Pangeran Syarif Hamid dari Pontianak yang riwayat hidupnyaditulis di Koran Javabode tanggal 17 Juli 1858. Dewasa ini mesjidtersebut biasa disebut Masjid Al- Anwar atau Masjid Angke.Pada tahun 1709 di kawasan itu mulai pula bermukim orang – orang Bali di bawah pimpinan Gusti Ketut Badulu, yang pemukimannya berseberangandengan pemukiman orang – orang Bugis di sebelah utaraBacherachtsgrach, atau Jalan Pangeran Tubagus Angke sekarang .Perkumpulan itu dahulu dikenal dengan sebutan Kampung Gusti (Bahan: DeHaan 1935,(I), (II):Van Diesen 1989).
Kampung Bandan
Merupakan penyebutan nama Kampung yang berada dekat pelabuhan SundaKelapa atau masih dalam Kawasan Kota Lama Jakarta (Batavia)Berdasarkan informasi yang dapat dikumpulkan terdapat beberapa versiasal – usul nama Kampung Bandan.1. Bandan berasal dari kata Banda yang berarti nama pulau yang adadi daerah Maluku. Kemungkinan besar pada masa lalu ( periode kotaBatavia) daerah ini pernah dihuni oleh masyarakat yang berasal dariBanda. Penyebutan ini sangatlah lazim karena untuk kasus lain adakemiripannya, seperti penyebutan nama kampung Cina disebut Pecinan.Tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean dan Pekojansebagai perkampungan orang Koja (arab), dan lain – lain.2. Banda berasal dari kata Banda ( bahasa Jawa) yang berarti ikatanKata Banda dengan tambahan awalan di (dibanda) mempunyai arti pasifyaitu diikat. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya peristiwa yangsering dilihat masyarakat pada periode Jepang, yaitu pasukan Jepangmembaw pemberontak dengan tangan terikat melewati kampung ini menujuAncol untuk dilakukan eksekusi bagi pemberontak tersebut.3. Banda merupakan perubahan ucapan dari kataPandan. Pada masa laludi kampung ini banyak tumbuh pohon, sehingga masyarakat menyebutnyadengan nama Kampung Pandan
Kampung Bugis
Tempat – tempat atau kawasan yang bernama atau pernah disebut KampungBugis awalnya dijadikan perkampungan atau pemukiman sekelompok orang –orang Bugis. Salah satunya adalah Kampung Bugis di KelurahanPenjaringan. Kotamadya Jakarta Utara.Kampung Bugis yang terletak di sebelah utara Jalan Pangeran TubagusAngke, seberang Kampung Gusti, yang dahulu menjadi tempat pemukimanorang – orang Bali dibawah pimpinan Gusti Ktut Badalu, pada tahun 1687secara resmi diserahkan oleh pimpinanVOC di Batavia kepada Aru Palakadari Kerajaan Sopeng Sulawesi Selatan. Aru Palaka rupanya memilihmenjadi sekutu Kompeni daripada bersatu dengan Kerajaan Gowa dibawahpimpinan Sultan Hasannudin.Kampung Bugis yang terletak di sebelah utara Jalan Pangeran Jayakarta,sebelah barat tahun 1690, sama seperti Kampung Bugis yang terletak didekat Patuakan, di ujung sebelah utara Jembatan lima.Tidak semua pemukiman kelompok orang – orang Bugis dinamai KampungBugis. Kawasan disebelah utara Tanah Abang yang dahulu dijadikanpemukiman orang – orang Bugis dibawah pimpinan Aru Patuju dikenaldengan sebutan Petojo.
Kampung Gedong
Diwesa ini kawasan Kampung Gedong mejadi sebuah kelurahan. KelurahanTengah, termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Sebutan Kampung Gedong bagi kawasan tersebut, karena di sana berdirisebuah gedung peristirahatan (landhuis) tuan tana, pemilik tanahpartikelir Tanjoeng Oost (Tanjung Timur). Gedung beserta halamannyayang sangat luas. Oleh pemiliknya dahulu diberi nama Goeneveld, yangberarti lapangan hijau, sesuai dengan panorama sekelilingnya yanghijau royo – royo. Dari gedung itu sampai tempat yang sekarang menjadiperempatan Pasar Rebo, Jalan Raya Bogor, terbentang jalan yang dahulukanan kirinya ditanam pohon asem (Tamarindus indica), menambahkeasrian pemandangan sekitarnya.Tuan tanah pertama dari kawasan itu adalah Pieter van de Velde asalAmersfoort, yang pada pertengahan abad ke-18 berhasil memupuk kekayaanberkat berbagai kedudukannya yang selalu menguntungkan. Setelahperistiwa pemberontakan Cina pada tahun 1740, dia berhasil mengusaitanah – tanah Kapten Ni Hu-Kong, yang terletak di selatan MeesterCornelis (sekarang Jatinegara) sebelah timur Sungai Ciliwung. Kemudiandi tambah dengan tanah – tanah lainnya yang di belinya sekitar tahun1750, maka terbentuklah Tanah Partikelir Tanjoeng Oost. Di situ iamembangun gedung tersebut selesai dibangun. Pemilik kedua adalahAdrian Jubels. Setelah ia meninggal pada tahun 1763, Tanah tanjungOost dibeli oleh Jacobus Johannes Craan, yang terkenal denganseleranya yang tinggi. Pemilik baru itu mendandani gedungperistirahatan dengan dekorasi berlanggam Lodewijk XV, ditambah denganhiasan – hiasan yang bersuasana Cina. Sampai terbakar pada tahun 1985sebagian dari ukiran – ukiran penghias gedung itu masih dapat disaksikan.Setelah Craan meninggal, Tanjoeng Oost dibeli oleh menantunya WillemVincent Helvetius van Riemsdjik, putra Gubernur Jendral Jeremies vanRiemsdjik (1775 – 1777).Sampai pecahnya Perang Dunia Kedua, gedung Groeneveld dikuasai turun-temurun oleh para ahli warisnya, keturunan Vincent Helvetius vanRiemsdjik.Willem Vincent Helvetius sendiri sejak muda sudah menduduki jabatanyang menguntungkan, antara lain pada usia 17 tahun sudah menjabatsebagai administrator Pulau Onrust, jabatan yang menjadi incaranbanyak orang, karena konon sangat "basah" banyak memberi kesempatanuntuk memupuk kekayaan. Kedudukan ayahnya sebagai gubernur Jenderaldimanfaatkan dengan sangat baik, sehingga kekayaannya makinberkembang. Pada tahun sembilanpuluhan abad ke-18, tanah – tanahmiliknya tersebar antara lain di Tanahabang, Cibinong, Cimanggis,Ciampea, Cibungbulan, Sadeng, dan dengan sendirinya Tandkoeng Oostatau Tanjung Timur.Tanjung Timur mengalami perkembangan yang sangat pesat pada waktudikuasai oleh Daniel Cornelius Helvetius, yang berusaha menggalakkanpertanian dan peternakan. Setelah ia meninggal pada tahun 1860,Groeneveld menjadi milik putrinya yang bernama, Dina Cornelia, yangmenikah dengan Tjalling Ament, asal Kota Dokkum, Belanda Utara. Amentmelanjutkan usaha mertuanya, meningkatkan usaha pertanian danpeternakan. Pada pertengahan abad ke-19, di kawasan TanjungTimurdipelihara lebih dari 6000 ekor sapi. Produksi susunya sangat terkenaldi Batavia.Sampai tahun 1942 Groeneveld turun – temurun dihuni keturunan VanRiemsdjik, dan kawasan itu sampai sekarang disebut Kampung Gedong(Sumber: De Haan 1910:1911: Van Diesen 1989).
Kampung Jembatan Lima
Kampung Jembatan Lima merupakan nama kampung yang sekaligus namakelurahan yang ada di wilayah Jakarta Barat. Asal – usul nama kampungJembatan Lima berasal dari adanya lima jembatan yang ada di daerahtersebut, jembatan itu adalah:* Jembatan yang ada di Jalan Petak Serani (Jl. Hasyim Ashari)* Jembatan yang ada di dekat bioskop Deni (Jembatan Kedung)* Jembatan yang ada di Kampung Mesjid ( Jl. Sawah Lio2)* Jembatan yang ada di Kampung Sawah, gang Guru Mansur (Sawah Lio 1)Kelima jembatan itu sekarang sudah tidak ada, begitu juga dengansungainya sudah tidak ada, karena sudah ditutup (diuruk).
Kampung Makasar
Kawasan yang dahulu termasuk Kampung Makasar dewasa ini meliputiwilayah kelurahan Makasar dan sebagian dari wilayah Kelurahan KebonPala, Kecamatan Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur.Disebut Kampung Makasar, karena sejak tahun 1686 dijadikan tempatpemukiman orang – orang Makasar, di bawah pimpinan Kapten Daeng Matara(De Haan 1935:373).Mereka adalah bekas tawanan perang yang dibawa ke Batavia setelahKerajaan Gowa, dibawah Sultan Hasanuddin tunduk kepada Kompeni yangsepenuhnya dibantu oleh Kerajaan Bone dan Soppeng (Colenbrander 1925,(II):168: Poesponegoro 1984, (IV):208). Pada awalnya mereka di Bataviadiperlukan sebagai budak, kemudian dijadikan pasukan bantuan, dandilibatkan dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Kompeni. Padatahun 1673 mereka ditempatkan di sebelah utara Amanusgracht, yangkemudian dikenal dengan sebutan Kampung Baru (De Haan 1935:373).Mungkin merasa bukan bidangnya, tanah di Kampung Makasar yangdiperuntukan bagi mereka itu tidak mereka garap sendiri melainkan disewakan kepada pihak ketiga, akhirnya jatuh ketangan Frederik WillemPreyer (De Haan 1935:373; 1910:57).Salah seorang putrid Daeng Matara menjadi istri Pangeran Purbaya dariBanten yang memiliki beberapa rumah dan ternak di Condet, yangterletak disebelah barat Kampung Makasar (De Haan 1910:253).Perlu dikemukakan, bahwa pada tahun 1810 pasukan orang – orang Makasaroleh Daendles secara administrative digabungkan dengan pasukan orang –orang Bugis (De Haan 1925:373).Pada awal abad keduapuluhan, menjadi milik keluarga Rollinson(Poesponegoro 1986, (IV):295), "… tanggal 5 April (1916, pen.), yaituketika Entong Gendut memimpin gerombolan orang – orang berkerumun didepan Villa Nova, rumah Lady Rollinson, pemilik tanah partikelirCililitan Besar"
Kampung Melayu
Kawasan Kampung Melayu merupakan wilayah Kelurahan Kampung Melayu dansebagian dari wilayah Kelurahan Balimester, Kecamatan Jatinegara,Kotamadya Jakarta Timur.Kawasan tersebut dikenal dengan sebutan demikian, karena mulai parokedua abad ke- 17 dijadikan tempat pemukiman orang –orang Malayu yangberasal dari Semenanjung Malaka (sekarang Malaysia) dibawah pimpinanKapten Wan Abdul Bagus.Wan Abdul Bagus adalah anak Ence Bagus, kelahiran Patani, ThailandSelatan. Ia terkenal pada jamannya sebagai orang yang cerdas danpiawai dalam melaksanakan tugas, baik administratif maupun di lapangansebagai perwira. Boleh dikatakan selama hidupnya ia membaktikan diripada Kompeni. Dimulai sebagai juru tulis, kemudian menduduki berbagaijabatan, seperti juru bahasa, bahkan sebagai duta atau utusan. Sebagaiseorang pria dia sering terlibat dalam peperangan seperti di JawaTengah, pada waktu Kompeni "membantu" Mataram menghadapi PangeranTrunojoyo. Demikian pula pada perang Banten, ketika kompeni "membantu" Sultan Haji menghadapi ayahnya sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Waktumenghadapi pemberontakan Jonker, Kapten Wan Abdul Bagus terluka cukupparah. Menjelang akhir hayatnya ia dipercaya oleh Kompeni untukbertindak selaku Regeringscommisaris, semacam duta, ke Sumatera Barat.Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716, ketika usianyagenap 90 tahun. Kedudukannya sebagai kapten orang – orang Melayudigantikan oleh putranya yang tidak resmi, Wandullah, karena ahliwaris tunggalnya, Wan Mohammad, meninggal dunia mendahului ayahnya.Menurut F. De Haan, Ratu Syarifah Fatimah, yang kemudian terkenalkarena membuat Kesultanan Banten geger, adalah janda dari WanMohammad, jadi mantunya Wan Abdul Bagus.
Karet Tengsin
MErupakan nama kampung yang ada disekitar kampung Tanah Abang. Namaini berasal dari nama orang Cina yang kaya raya dan baik hati. Orangitu bernama Tan Teng Sien . Karena baik hati dan selalu memberibantuan kepada masyarakat sekitar kampung, maka Teng Sien cepatdikenal. Disekitar daerah ini pada waktu itu banyak tumbuh pohon karetkarena masih berupa hutan. Pada waktu Ten Sien meninggal, banyakmasyarakat yang dating melayat. Bahkan ada yang dating dari luarJakarta, seperti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur Teng Sien dikenaloleh masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu sebagai daerahTeng Sien. Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah initerkenal sampai sekarang dengan nama Karet Tengsin.
Kebayoran
Kawasan Kebayoran dewasa ini terbagi menjadi dua buah kecamatan,Kecamatan Kebayoran Baru dan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan.Kebayoran berasal dari kata kabayuran, yang artinya "tempat penimbunankayu bayur" (Acer Laurinum Hask., famili Acerinae), yang sangat baik untuk dijadikan kayu bangunan karena kekuatannya serta tahan terhadapserangan rayap (fillet 1888: 40). Bukan hanya kayu bayur yang biasaditimbun dikawasan itu pada jaman dulu, melainkan juga jenis – jeniskayu lainnya. Kayu – kayu gelondongan yang dihasilkan kawasan tersebutdan sekitarnya diangkut ke Batavia melalui Kali Krukut dan KaliGrogol, dengan cara dihanyutkan. Berbeda dengan keadaan sekarang,kedua sungai tersebut pada jaman itu cukup lebar dan berair dalam.Sampai awal masa kemerdekaan Indonesia, Kebayoran menjadi nama sebuahdistrik, yang dikepalai oleh seorang wedana, termasuk wilayahKabupaten Meester Cornelis. Wilayahnya meliputi pula kawasan Ciputat.Sekitar tahun 1938 di kawasan Kebayoran direncanakan akan dibangunsebuah lapangan terbang internasional, namun dibatalkan karena pecahPerang Dunia Kedua. Kemudian, mulai tahun 1949 di tempat yangdirencanakan untuk lapangan terbang itu dibangunlah Kota SatelitKebayoran Baru, meliputi areal seluas 730 ha, yang menurut rencanacukup untuk dihuni oleh 100.000 jiwa, suatu jumlah yang jauh darisesuai dengan perkembangan penduduk Jakarta kemudian hari(Surjomiharjo 1973:37).
Kebon sirih
Kawasan Kebonsirih dewasa ini menjadi nama kelurahan, Kelurahan KebonSirih, termasuk wilayah Kecamatan Gambir, Kotamadya Jakarta Pusat.Dari namanya sudah dapat diperkirakan, kawasan itu dahulu merupakankebon sirih. Tanaman merambat, yang dalam bahasa ilmiahnya disebutChavica densa Miq., termasuk famili Piperaceae, itu sampai masa – masayang belum begitu lama berselang sangat digemari banyak orang untukdikunyah – kunyah, istilahnya: makan sirih. Kelengkapannya antaralain, adalah kapur (sirih), pinang dan gambir. Dewasa ini sirih lebihbanyak digunakan sebagai pelengkap upacara termasuk upacara ngelamar.Belum diperoleh keterangan yang lebih jelas, apakah kawasan tersebutdijadikan Kebun Sirih sebelum atau sesudah dibangunnya defensilijn(garis pertahanan) Van de Bosch pada awal abad kesembilanbelas.Sekitar pertengahan abad kesembilanbelas Jalan Kebonsirih oleh orang –orang Belanda biasa disebut: de nieuwe weg achter het koningsplein,atau "alam baru di belakang koningsplein". Kemudian, karena di sanatinggal seorang hartawan yang dermawan, bernama K.F. Holle, mula- mulabiasa pula disebut Gang Holle, kemudian berkembang sesuai denganperkembangannya menjadi Laan Holle walau nama resminya Sterreweg. (DeHaan 1935:322).
KEMAYORANKawasan Kemayoran dewasa ini meliputi tiga kelurahan, yaitu KelurahanKemayoran, Kebon Kosong dan Serdang, termasuk wilayah KecamatanKemayoran, Kotamadya Jakarta Pusat.Nama Kawasan tersebut biasa disebut Mayoran, seperti yang tercantumdalam Plakaatboek (Van der Chijs XIV:536), dan sebuah iklan pada JavaGovernment Gazette 24 Februari 1816.Isaac de Saint Martin tergolong pemilik tanah yang sangat luastersebar di beberapa tempat, antara lain di pinggir sebelah timursungai Bekasi, di Cinere (dahulu disebut Ci Kanyere) sebelah timurSungai Krukut di Tegalangus dan di kawasan Ancol, yang luas seluruhnyaberjumlah ribuan hektar. Nama aslinya, adalah Isaac de I' Ostale deSaint Martin, lahir tahun 1629 di Oleron, Bearn, Prancis. Karenasesuatu sebab ia meninggalkan tanah airnya, dan membaktikan dirinyakepada VOC. Pada tahun 1662 ia tercatat sudah berpangkat Letnan, ikutserta dalam peperangan di Cochin. Dengan pangkat mayor ia terlibatdalam peperangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ketika Kompeni"membantu" Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo. Pada bulan Maret1682 ia, bersama Kapten Tack, ditugaskan untuk " membantu" Sultan Hajimenghadapi ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa. Pada waktu berlangsungnyaperang itu, ia mulai merasa benci kepada Kapten Jonker, yangdianggapnya arogan. Demikianlah, setelah perang itu selesai, denganberbagai cara ia berusaha agar Jonker dikucilkan. Dan ternyatausahanya berhasil. Karena merasa dikucilkan, Jonker akhirnya bangkitmelawan Kompeni, walupun gagal.Demikianlah, sekilas tentang tokoh yang pangkatnya abadi melekat padakawasan yang sebagian menjadi lapangan terbang, dan kemudian dijadikanarena Pekan Raya Jakarta.

KRUKUTMerupakan nama kampung yang sekaligus juga nama kelurahan di kecamatanTaman Sari, Jakarta Barat. Kampung Krukut terletak diantara duakali,yaitu kali Ciliwung, dan kali Cideng. Batas – batas kampungKrukut adalah:Sebelah Timur Jl. Gajah Mada dan sungai CiliwungSebelah Selatan Kelurahan PetojoSebelah Barat :Kali krukut (Kali Cideng)Sebelah Utara Jl. Kerajinan dan Kelurahan Keagungan.Asal – usul nama kampung Krukut mempunyai beberapa versi diantaranyaadalah:1. Krukut berasal dari sindiran yang di berikan untuk orang yanghidupnya sangat hemat alias pelit (Krokot). Orang Betawi menyebutorang – orang Arab yang banyak tinggal dikampung itu dengan istilahKrukut, dengan merubah kata Krokot menjadi krukut.2. Krukut berasal dari kata kerkhof (bahasa Belanda) yang berartikuburan. Pada masa lalu kampung tersebut merupakan tempat kuburanmasyarakat pribumi (orang Betawi).Karena lokasi kampung yang dekat dengan kota dan pelabuhan SundaKelapa, serta adanya dua kali yang merupakan jalur perdagangan makabanyak pedagang dari Arab yang bermukim di kampungan ini. Pada masasekarang banyak dijumpai masyarakat Betawi, keturunan Arab yangmendiami kampung ini, sehingga ada istilah Arab Krukut (keturunan Arabdari Krukut).

KWITANGMerupakan nama kampung sekaligus sekarang nama kelurahan yang ada diJakarta Pusat. Nama ini berasal dari nama orang Cina yang Kaya – rayabernama Kwik Tang Kiam. Kwik Tang seorang tuan tanah yang kaya danhampir semua tanah yang terdapat didaerah tersebut miliknya. Kwik Tangmemiliki seorang anak tunggal yang mempunyai sifat yang tidak baik,dia suka berjudi dan mabok. Akhirnya karena sifat anaknya ini, setelahKwik Tang meninggal semua tanah milik bapaknya ini habis terjual danbanyak yang dibeli oleh saudagar keturunan Arab. Sehingga sampaisekarang daerah ini disebut Kwitang dan banyak keturunan Arab yangtimggal dikampung Kwitang.

LAPANGAN BANTENGLapangan Banteng, yang pada jaman penjajahan Belanda disebutwaterlooplein, tidak seluas Lapangan (Medan) Merdeka yang dahuludisebut Koningsplein, dan sekarang menjadi Lapangan Monumen Nasionalatau Monas Jakarta Pusat.Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda Lapangan tersebut dikenaldengan sebutan Lapngan Singa, karena ditengahnya terpancang tuguperingatan kemenangan perang di Waterloo, dengan patung singa diatasnya. Tugu tersebut didirikan pada jaman pemerintahan pendudukantentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka namanya diganti menjadiLapangan Banteng, rasanya memang lebih tepat, bukan saja karena singamengingatkan kita pada lambang penjajah, tetapi juga tidak terdapatdalam dunia fauna kita. Sebaliknya, banteng merupakan lambingnasionalisme Indonesia. Disamping itu, besar kemungkinan pada jamandahulu tempat yang kini menjadi Lapangan itu dihuni berbagai macamsatwa liar seperti macan, kijang, dan banteng. Pada waktu J.P. Coenmembangun kota Batavia di dekat muara Ci Liwung, lapangan tersebut dansekelilingnya masih berupa hutan belantara yang sebagian berpaya –paya (De Haan 1935:69).Menurut catatan resmi, pada tahun 1632 kawasan tersebut menjadi milikAnthony Paviljoen Sr, dikenal dengan sebutan Paviljoensveld, atauLapangan Paviljoen Jr. Agaknya, pemilik kawasan itu lebih sukamenyewakannya kepada orang – orang Cina yang menanaminya dengan tebudan sayur – mayor, sedangkan untuk dirinya sendiri ia hanya menyisakanhak untuk berternak sapi. Pemilik berikutnya adalah seorang anggotaDewan Hindia, Cornelis Chastelein, yang memberi nama Weltevreden, yangkurang lebih artinya `sungguh memuaskan", bagi kawasan tersebutsetelah berganti – ganti pemilik, termasuk Justinus Vinck yang mulaipertama membangun Pasar Senen, pada tahun 1767, tanah Weltevredenmenjadi milik Gubernur Jenderal Van der Parra. Pada awal abad ke-19Weltevreden semakin berkembang tangsi pasukan infanteri juga berbagaikesenjataan lainnya yang tersebar sampai ke Taman Pejambon dan Tamandu Bus, di belakang kantor Departemen Keuangan sekarang.Pada pertengahan abad ke-19 Lapangan Banteng menjadi tempatberkumpulnya golongan elit Kota Batavia. Setiap Sabtu sore sampaimalam doperdengarkan musik militer (V.I. van de Wall 1933: 18-19).

LEBAK BULUSKawasan Lebak Bulus dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, KleurahanLebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Kotamadya Jakarta Selatan.Nama kawasan tersebut diambil dari kantor tanah dan fauna lebakberarti "lembah" dan bulus adalah "kura – kura yang hidup di darat danair tawar"(Satjadibrata 1951:192, 56), jadi dapat disamakan denganlembah kura- kura. Mungkin pada jaman dulu di Kali Grogoldan KaliPesanggrahan yang mengalir di kawasan tersebut banyak kura – kura,alias bulus.Berdasarkan Surat Kepemilikan Tanah (Erfbrief) yang dikeluarkan olehyang berwenang di Batavia tertanggal 2 September 1675 kawasanLebakbulus adalah milik Bapak Made dan Bapak Candra, yang dapatdiwariskan. Menurut catatan harian di Kastil Batavia tertanggal 12Februari 1687 Bapak Made adalah seorang Jawa berpangkat letnan. (Padawaktu itu setiap penduduk asli pulau Jawa disebut orang Jawa, tidakdibedakan sebutannya antara orang Jawa, Sunda dan Madura).Karenatanahnya sangat subur, kawasan itu oleh Bapak Made dibuka dijadikansawah dan kebun, yang selanjutnya terpelihara dengan baik. Tetapisetelah dia meninggal pada tanggal 16 Agustus 1720, tanpa sebab yangjelas, seluruh tanahnya diambil kembali oleh Kompeni, untuk kemudianjatuh ke tangan orang Eropa, yang mengganti namanya menjadiSimplicitas (baca: simplisitas) (De Haan, 1911: 167). Sekitar tahun1789 kawasan itu tercatat sebagai milik David Johannes Smith. Mungkinolehnya dijual kepada Pieter Welbeeck yang pada tahun 1803 tercatatsebagai pemiliknya (De Haan, 1910:103). Pada peta yang diterbitkanoleh Topograpisch Bureau tahun 1900, di bagian barat – daya kawasanitu masih tercantum lokasi rumah peristirahatan ( landhuis) bernamaSimplicitas, tidak begitu jauh dari penggilingan padi yang terletak ditepi sebelah timur Kali Pesanggrahan.

LUAR BATANG Luarbatang, yang terkenal karena adanya makam yangdikeramatkan di dalam masjid tua, Masjid Luarbatang, termasuk wilayahKelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara.Letaknya terhimpit antara terusan. Pelabuhan Sundakelapa dan kawasanperumahan elit, Pluit.Menurut legenda, kawasan itu disebut Luarbatang, sebagai kenangan atasperistiwa ajaib, yang terjadi pada saat jenazah Sayid Husein, seorangpenyebar agama Islam yang sangat tinggi ilmunya, akan diturunkan keliang lahat. Walau kerandanya, yang menurut istilah setempat biasadisebut kurung batang, dibuka, ternyata jenazahnya sudah raib, entahkemana, keluar sendiri dari kurung batang, tanpa tanpa dilihat orang.Itulah sebabnya, maka kawasan itu dikenal dengan sebutan Luarbatang.Menurut sejarah, kawasan itu disebut Luarbatang, karena terletak diluar batang pemgempangan, atau penghalang, yang diletakkan melintangdi muara Ci Liwung. Pengempangan itu terbuat dari batang kayudiperkuat dengan besi. Setiap sekoci, sampan, perahu, dan sebagainyayang akan masuk berlayar di Ci Liwung menuju Kota wajib membayarbeamasuk, semacam membayar tol dewasa ini, bila kendaraan hendakmemasuki jalan tol ( De Haan 1935: 186) Kampung Luarbatang biasadisebut Kramat Luarbatang, karena di sana terdapat makam yangdikeramatkan, yaitu makam Sayid Husein bin Abubakar bin Abdullah alAydrus. Beberapa puluh tahun ulama itu, yang oleh sementara orangdipercayai sebagai keturunan Nabi Muhammad, biasa berdakwah di kota –kota pesisir utara Pulau Jawa, dari Batavia sampai Surabaya. Ulamakharismatis itu wafat sekitar tahun 1796, dimakamkan diluar masjidyang dibangun sekitar tahun 1796. Makamnya ditembok sekitar tahun1812. Waktu dilaksanakan perluasan masjid, sekitar tahun 1827, makamkeramat itu menjadi berada di dalam ruangan masjid (J.R Van Diessen1989:185).

MANGGARAIKawasan Manggarai dewasa ini terbagi menjadi dua kelurahan, KelurahanManggarai Selatan dan Kelurahan Manggarai Utara, wilayah KecamatanTebet, Kotamadya Jakarta Selatan.Nama kawasan itu mungkin diberikan oleh kelompok penghuni awal, yaituorang – orang Flores Barat (Murray 1961:38). Mereka menamai tempatpemukimannya yang baru, Manggarai, sebagai pengikat kenangan padakampung halaman mereka yang ditinggalkan.Menarik untuk dikemukakan, bahwa sebelum pecahnya Perang Dunia diManggarai berkembang sebuah tarian yang disebut lenggo, diiringi orkesyang antara lain terdiri atas tiga buah rebana biang. Jaap Kunst,seorang ahli etnomusikologi, dalam bukunya Musik in Java jilid II,menyajikan gambar tarian tersebut. Dewasa ini tari tersebut, yangnamanya berubah menjadi tari belenggo , menjadi salah satu taritradisi Betawi dan tersebar di beberapa tempat. Menurut keterangandari H. Abdurrahman, mantan Kepala Jawatan Kebudayaan PropinsiNusatenggara Timur, di Bima terdapat pula tari jenis itu.namanya punsama, yakni tari lenggo tidak mustahil kalo tari belenggo Betawimerupakan perkembangan dari tari lenggo Bima, melalui orang – orangFlores Barat yang menjadi penghuni awal kawasan Manggarai adalahbengkel dan stasiun kereta api, serta sebuah kompleks perumahan yangtertata cukup rapi, berbeda dengan perumahan di sekitarnya yang tampakdibangun tanpa perencanaan yang cermat.

MARUNDAKawasan Marunda sekarang menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Marunda,Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara. Namanya diambil darinama sungai yang mengalir di situ, yaitu Kali Marunda.Marunda adalah sebutan setempat bagi semacam pohon mangga yang aromabuahnya wangi menyengat, biasa disebut lembem atau kebembem. Namailmiahnya: Mangifera Laurina BI (Fillet 1888:210).Nama kawasan itu mulai disebut – sebut pada pertengahan di tepisebelah barat Kali Marunda. Kubu tersebut pada tahun 1664 dipindahkanke tepi sebelah barat Kali Bekasi, dikenal dengan sebutan WagtBarangcassi. Dengan keputusan pimpinan VOC di Batavia tanggal 19September 1747, ditetapkan bahwa di Marunda dibangun lagi kubupertahanan yang pengurusannya diserahkan kepada Justinus Vinck, Tuantanah yang antara lain memiliki Pasar Senen, yang sangatberkepentingan untuk menjaga rumah peristirahatannya (LandhuisCilincing) berikut tanah – tanah di sekitarnya. (De Haan 1911, (II):408).

MATRAMANDewasa ini Matraman menjadi nama sebuah kecamatan, Kecamatan Matraman,Kotamadya Jakarta Timur.Mengenai asal – usul namanya, sampai sekarang belum diperolehketerangan yang cukup memuaskan. Pada umumnya memperkirakan kawasanitu dahulu dijadikan perkubuan oleh pasukan Mataram dalam rangkapenyerangan Kota Batavia, melalui darat. Tidak mustahil kalau dikawasan itu dibangun kubu – kubu pasukan dari Sumedang dan Ukur(Bandung). Pada waktu Mataram menyerang Batavia, Ukur dan Sumedangmerupakan bagian dari Kesultanan Mataram, dan memang diberitakan ikutberpartisipasi.Prof. Dr. Joko Soekiman dalam disertasinya yang kemudian diterbitkandengan judul Kebudayaan Indis, menyatakan bahwa. "Di JakartaMatramanmerupakan tempat tinggal Tuan Matterman " (Soekiman 2000:217) tanpaketerangan lebih lanjut mengenai sumbernya.Dugaan lainnya, nama tersebut adalah warisan pengikut PangeranDiponegoro, sebagaimana ditulis oleh Mohammad Sulhi dalam MajalahIntisari Juni 2002, dengan Judul Betawi yang Tercecer di Jalan. Dugaanini mungkin melesat, karena jauh sebelum Perang Diponegoro, pada tahun1789 Matraman sudah disebut – sebut sebagai milik tuan tanah DavidJohannes Smith (De Haan 1910, (I):64). Menurut F. de Haan dalambukunya yang berjudul Oud Batavia, kawasan itu diberikan kepada orang– orang Jawa dan Mataram ( De Haan 1935:67) mungkin setelah Mataramberada di bawah pengaruh Kompeni, menyusul ditandatanganinyaperjanjian antara Mataram dengan VOC tertanggal 28 Februari 1677(Colenbrander 1925:173). Mungkin orang – orang Mataram yangditempatkan dikawasan itu, adalah mereka yang pada pertengahan abadketujuhbelas diberitakan berada disekitar Muaraberes sampai di kawasanKarawang (De Haan 1910, 1:262). Di antara mereka mungkin ada yangmempunyai keahlian, sebagai pengrajin barang – barang dari perunggu,atau gangsa, mereka membuka usaha di tempat yang kini dikenal dengannama Pegangsaan.

MENTENGMerupakan nama daerah yang ada di selatan kota Batavia. Semula daerahini merupakan hutan dan banyak ditumbuhi pohon buah – buahan. Karenabanyaknya pohon Menteng yang tumbuh di daerah ini, maka masyarakatmengaitkan nama tempat ini dengan Kelurahan dan sekaligus juga namaKecamatan yang ada di wilayah Jakarta Pusat.Sejak tahun 1810 wilayah ini telah mulai dibuka oleh Gubernur JenderalDaendels untuk daerah pengembangan kota Batavia. Kemudian pada tahun1912 tanah yang ada disekitar kampung Menteng ini dibeli olehpemerintah Belanda untuk dijadikan perumahan bagi pegawai pemerintahHindia Belanda.Sampai sekarang kita dapat menyaksikan peninggalan Belanda diperumahan Menteng. Rumah – rumah ini dibangun dengan konsep rumahBelanda yang dikombinasikan dengan gaya rumah Jawa atau disebut jugadengan konsep Indis ( percampuran gaya rumah Belanda dengan gaya rumahJawa).Wilayah Menteng dalam perkembangannya dipertegas lagi dengan membagi –bagi nama Menteng, sehingga terdapat nama kampung lebih kecil didalamkampung yang luas, ada nama Menteng atas, Menteng Dalam, Menteng Pulo dan sebagainya.

PAAL MERIAMMerupakan nama tempat yang terletak di antara perapatan Matramandengan Jatinegara. Asal usul nama tempat ini berasal dari suatuperistiwa sejarah yang terjadi sekitar tahun 1813. Pada waktu itu pasukan artileri meriam Inggris mengambil tempat di daerah ini untuk posisi meriam yang siap ditembakkan. Pasukan meriam Inggris disiapkan didaerah ini untuk melakukan penyerangan ke kota Batavia. Peristiwa tersebut sangat berkesan bagi masyarakat sekitar daerah itu, sehinggamenyebut daerah ini dengan sebutan tempat paal meriam (tempat meriamdisiapkan).Cerita lain menyebutkan bahwa pada waktu Gubernur Jenderal Daendelsmembuka jalan yang disebut dengan jalan trans Jawa dari Anyer (Banten)ke Panarukan (Jawa Timur), daerah paal meriam ini dipasang patok jalanyang terbuat dari meriam yang sudah tidak terpakai. Masyarakatsetempat sering melihat meriam tersebut sebagai patok jalan ataudisebut juga paal jalan yang terbuat dari meriam, maka daerah itudisebut dengan paal meriam.

PAJONGKORANWilayah Kelurahan Koja Selatan, Kecamatan Tanjungpriuk, dan WilayahKelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara,sampai akhir tahun enampuluhan abad ke-20 lalu dikenal dengan sebutanPajongkoran. Entah apa sebabnya nama itu dihilangkan dan peta – petayang terbit kemudian.Kawasan tersebut dikenal dengan nama Pajongkoran, karena dari tahun1676 sampai tahun 1682 dikuasai oleh Kapten Jonker, seorang kepalapasukan orang- orang Maluku yang mengabdi kepada VOC.Kata Jonker bukanlah nama diri, melainkan gelaran, yaitu padanaan daritamaela, gelaran kehormatan di Ambon pada jaman itu. Pada sebuah aktetertanggal 22 Nopember 1664, namanya ditulis JonckerJouwa de Manipa(De Haan 1919:228 – 229).Tanah seluas itu diberikan sebagai hadiah bagi jasa – jasanyadiberbagai medan perang, seperti di Timor, Srilangka di bawah Van Goensdi Sumatera Barat di bawah Poleman, di Sulawesi Selatan di bawahSpeelman, di Jawa Timur pada waktu Kompeni "membantu" Matarammemadamkan pemberontakan Pangeran Trunojoyo, di Palembang dan terakhirpada peperangan di Banten, waktu Kompeni "membantu" Sultan Hajimelawan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa (De Haan 1935:372). Pada tahun1682 (Poespo Negoro 1984, .Menjelang akhir hayatnya, Jonker merasa disia – siakan disampingmendapat tekanan – tekanan dari pejabat – pejabat Belanda yang tidakmenyenanginya, seperti Mayor Isaac de Saint Martin, yang memimpinKompeni ke Banten, sebelum pasukan yang dipimpin Jonker terlibat dalampeperangan itu. Pada tahun1689, dengan tuduhan akan berbuat makar,tempat kediamannya diserbu, Jonker sendiri menemui ajalnya dengan tragis.

PANCORANPancoran terletak di Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari KotamadyaJakarta Barat.Pancoran berasal dari kata Pancuran. Di kawasan itu pada tahun 1670dibangun semacam waduk atau "aquada" tempat penampungan air dari kaliCiliwung, yang dilengkapi dua buah pancuran itu mengucurkan air dariketinggian kurang lebih 10 kaki.Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjaja yangmenjajakannya disepanjang saluran – saluran (grachten) di kota. Daritempat itu pula kelasi- kelasi biasa mengangkut air untuk kapal –kapal yang berlabuh agak jauh dilepas pantai, karena dipelabuhanBatavia kapal tidak dapat merapat. Karena banyaknya yang mengambil airdari sana, sering kali mereka harus antri berjam – jam. Tidak jarangkesempatan itu mereka manfaatkan untuk menjual barang – barang yangmereka selundupkan.Dari penampungan di situ kemudian air disalurkan ke kawasan kastilmelalui Pintu Besar Selatan. Rancangannya sudah dibuat pada masapemerintahan Gubernur Jenderal Durven (1728 – 1732), tetapidilaksanakan pada awal masa Van Imhoff berkuasa (1743 – 1750). Dengandemikian maka pengambilan air untuk keperluan kapal menjadi tidakterlalu jauh sampai melewati kota.Dengan adanya saluran air dari kayu itu, maka di halaman Balikota(Stadhuis) dibuat pula air mancur. Sisa – sisa salurannya masihditemukan pada tahun 1882, yang ternyata berbentuk balok kayu persegiempat yang dilubangi, disambung – sambung satu sama lain direkatdengan timah (De Haan 1935; 299 – 300).

PASAR BARUMerupakan nama sebuah pasar yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Sebutannama Pasar Baru, karena pasar ini merupakan pasar yang ada belakangansetelah lingkungan sektor lapangan Gambir dibuka oleh GubernurJenderal Daendels. Daerah yang dibangun oleh Daendels sebagai pusatpemerintahan Hindi Belanda yang baru, daerah ini disebut Weltevreden (tempat yang menyenangkan). Disekitar weltevreden telah ada pasarseperti pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Untuk membedakan satu samalain, Daendels menyebut pasar itu sebagai Pasar Baru. (Yang barudibangun).Lahan sebagai lokasi Pasar Baru telah dibeli oleh Daendels dan telahdirencanakan sebagai tempat pembangunan pasar sejak tahun 1821. Pasarini bertujuan untuk menjual kebutuhan masyarakat Eropa yang bermukimdi Weltevreden. Pembangunan Pasar Baru dimulai pada tahun 1821. sejakI Januari 1825, kios (bangunan) yang ada di Pasar Baru mulai disewakankepada pedagang yang umumnya dari kelompok Cina, India dan Arab.Pada awal mulanya, hari pasar di Pasar Baru adalah Senin dan Jumat,kemudian berubah menjadi setiap hari karena masyarakat Eropa mulaibertambah banyak. Pengunjung lebih banyak dating ke Pasar Baru danmerupakan kebiasaan masyarakat Eropa yang keluar rumah dengan dandananala Eropa melakukan perjalanan dan belanja ke Pasar Baru.

PASEBANMerupakan nama kampung sekaligus nama kelurahan yang ada di wilayahJakarta Pusat. Paseban berasal dari kata yang artinya tempatberkumpul, yaitu tempat berkumpulnya pasukan Sultan Agung dari JawaTengah dalam penyerangan Kota Batavia pada tahun 1628 – 1629. Letakkampung Paseban dekat dengan kampung Matraman yang memiliki sejarahasal – usul yang sama.PegangsaanPegangsaan dewasa ini menjadi nama kelurahan, termasuk, wilayahKecamatan Menteng, Kotamadya Jakarta Pusat.Dalam Majalah Intisari Juni 2002, Mohammad Sulhi menyatakan dugaannya,bahwa Pegangsaan, yang terkenal sebagai tempat diproklamasikannyakemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, "dulunya tempatangon atau pemeliharaan angsa". Dugaan demikian mungkin saja benar,seperti halnya dugaan lainnya.Kemungkinan lainnya, kawasan tersebut dahulunya menjadi tempatpengrajin barang – barang dari perunggu, atau gangsa. Tempatnya biasadisebut pegangsan atau pegangsaan. Para pengrajin itu akhir abad ketujuhbelas membuka kawasan Matraman (De Haan 1935:67). Di KotaBogor, tempat yang dahulunya dihuni oleh orang – orang Jawa pengrajinbarang – barang dari tembaga dinamai Paledang, sampai sekarang(Danasasmita 1983:89).

PASAR RUMPUTMerupakan sebutan nama pasar yang sekarang lokasinya ada di JalanSultan Agung Jakarta Selatan. Pasar ini sekarang telah menyatu denganpasar Manggarai.Asal mula penyebutannya Pasar Rumput ini berasal dariadanya para pedagang pribumi yang menjual rumput dan sering mangkaldilokasi itu.Para pedagang rumput terpaksa mangkal dilokasi ini karena mereka tidakdiperbolehkan masuk ke permukiman elit Menteng. Masyarakat Mentengbanyak yang memelihara kuda sebagai sarana angkutan dan masa itu sadomerupakan sarana angkutan yang banyak membawa penumpang orang kayakeluar masuk lingkungan Menteng.Walaupun para pedagang rumput sudah tidak dapat ditemukan lagi dipasar rumput masyarakat Jakarta sangat akrab dengan sebutan nama PasarRumput. Kalau di pasar burung kita dapat membeli burung, di pasar buahkita dapat membeli buah, namun di Pasar Rumput kita tidak dapatmembeli rumput karena pedagangnya tidak ada yang menjual rumput.

PASAR BOPLOMerupakan nama pasar yang terletak di lokasi pemukiman elit MentengJakarrta Pusat. Nama pasar ini berasal dari kata dalam bahasa Belanda bouwploeg yang berarti tempat menjual alat bajak untuk mengolahpertanian. Pada masa lalu pasar ini tempat menjual alat – alatpertanian dan yang paling banyak dijual adalah alat bajak untukmengolah sawah.Kata boplo mungkin juga berasal dari sebutan kantor jawatan PekerjaanUmum masa pemerintahan Belanda yang berada di dekat lokasi pasar.Kantor jawatan pekerjaan umum itu bernama jawatan Bouwploeg yangsekarang kantor itu berubah fungsi menjadi mesjid Cut Mutia.

PASAR GENJINGMerupakan sebutan nama sebuah pasar kecil yang sekarang terletak dipersimpangan jalan Pramuka dan jalan Utan Kayu di Jakarta Timur. Namagenjing berasal dari sebutan pohon besar yang ada dilokasi pasar.Bagi masyarakat yang berasal dari Jawa, pohon ini disebut dengan pohonsengon. Sedangkan bagi masyarakat dari suku Sunda pohon ini disebutpohon jeungjing. Karena sulit menyebut nama pohon ini dengan sebutan dari suku Sunda,maka masyarakat Betawi menyebutnya dengan sebutan genjing.

PEJAGALANMerupakan nama kampung dan sekarang diabadikan menjadi nama jalanPejagalan di Kelurahan Pekojan, Jakarta Barat. Nama Pejagalan berasaldari kata jagal atau pemotongan hewan. Pada masa lalu di kampungPejagalan banyak tinggal orang keturunan Arab dan Pakistan. Merekasenang memasak nasi kebuli yang bahan bakunya adalah beras dan dagingkambing karena banyak dan seringnya memotong hewan kambing, maka daerah ini disebut dengan kampung Pejagalan.

PETOJOKawasan Petojo dewasa ini meliputi dua kelurahan, yaitu Kelurahan Petojo Utara dan Kelurahan Petojo Selatan, termasuk wilayah Kecamatan Gambir, Kotamadya Jakarta Pusat.Petojo berasal dari nama seorang pemimpin orang – orang Bugis yang pada tahun 1663 diberi hak pakai kawasan tersebut, bernama Aru Petuju.Perubahan dari petuju menjadi petojo, tampaknya lazim di Batavia pada waktu itu, seperti halnya kata pancuran, kemudian diucapkan jadi pancoran.Beberapa tahun sebelum bermukim di kawasan yang terletak di sebelah barat Kali Krukut itu, Aru (Arung) Petuju bersama dengan Pangeran dari Bone Aru (Arung) Palaka, menyingkir ke Batavia, setelah gagal melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa, yang telah lama dilakukannya. Dengan demikian terjalinlah kerjasama antara Aru(ng) palaka dengan Belanda dalam menghadapi Sultan Hasanuddin. Kerjasama antara dua kekuatan itu berhasil mengakhiri kekuatan Gowa atas Bone. Sultan Hasanuddin terpaksa harus menerima kenyataan, bahwa Belanda akan memegang,monopoli perdagangan di Sulawesi Selatan. (Poesponegoro 1984 (IV):208).Sebagaimana umumnya tanah – tanah yang semula dikuasai oleh sekelompok orang dibawah pemimpin masing – masing, kawasan Petojo juga kemudian beralih tangan. Pada tahun 1816 kawasan Petojo sudah dimiliki oleh willem Wardenaar, di samping tanah – tanah di daerah – daerah lainnya,seperti Kampung Duri dan Kebon Jeruk yang pada waktu itu biasa disebut Vredelust (De Haan 1910:101).

PENJARINGANMerupakan nama kampung dan sekaligus nama Kelurahan dan nama Kecamatan yang terletak disebelah Utara Pelabuhan Sunda Kelapa. Nama ini berasal dari sebutan tempat yang banyak memproduksi jarring untuk keperluan para nelayan teluk Jakarta.Cerita lain ada juga yang menyebutkan bahwa nama penjaringan berasal dari tempat yang banyak terdapat jaring - jaring nelayan yang sering di jemur atau jaring yang sedang diperbaiki oleh nelayan. Melihat lokasi ini dekat dengan pantai, maka dua cerita tersebut bias saja menjadi asal – usul kata Penjaringan. Karena luasnya wilayah yang mencakup daerah penjaringan, maka sekarang kita mengenal kecamatan yang bernama Kecamatan Penjaringan.

PETAMBURANMerupakan salah satu nama kelurahan yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Pada masa lalu rumah penduduk masih jarang dan masih banyak tumbuh pohon jati disekitar daerah ini. Pada suatu waktu terjadi peristiwa yang menjadikan peristiwa tersebut sebagai cikal bakal nama tempat ini. Peristiwa itu adalah meninggalnya seorang penabuh tambur didaerah ini dan dimakamkan di bawah pohon jati, sehingga nama kampung ini sebenarnya adalah Jati Petamburan.

PEJAMBONPejambon merupakan sebutan kampung yang bersebelahan dengan kampong Gambir. Kampung ini baru ada sejak Daendels membuka daerah ini dengan sebutan kawasan Weltevreden. Kata Pejambon berasal dari singkatan Penjaga Ambon. Penjagaan tersebut berada disebuah jembatan yangmelintasi kali Ciliwung dan penjaganya adalah orang Ambon. Setelah dibangunnya gereja Imanuel di lingkungan kampung ini banyak tinggal masyarakat dari golongan nasrani (beragama Kristen) dari suku Ambon,Jawa dan Batak. Sekarang kampung Pejambon termasuk dalam kawasanKelurahan Gambir.

PEKOJANMerupakan nama Kampung, sekaligus nama Kelurahan yang terdapat diwilayah Jakarta Barat. Pekojan berasal dari kata Koja (Khoja) yang mengacu kepada nama tempat yang ada di India. Penduduk Koja pada umumnya adalah orang India yang senang berdagang, Orang Koja dalam berdagang sekaligus menyiarkan agama Islam.Karena banyaknya orang India yang umumnya mempunyai pekerjaanberdagang yang bermukim di daerah ini, maka Kampung ini disebut dengan Pekojan atau tempat tinggal orang Koja.

PLUITKawasan Pluit yang kini dikenal dengan perumahan mewahnya itumerupakan sebuah kelurahan, Kelurahan Pluit, termasuk wilayahKecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara.Menurut peta yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau Batavia, 1903,lembar H II dan III, demikian pula pada peta Plattegrond van Batavia,yang dibuat oleh Biro Arsitek di Batavia sekitar tahun 1935, sebutan bagi kawasan itu adalah Fluit, lengkapnya Fluit Muarabaru. Menurut kamus Belanda – Indonesia (Wojowasito, 1978:196), fluit berarti:1. "suling"; 2. "bunyi suling"; 3. "roti panjang – sempit ".Rupanya nama kawasan itu tidak ada hubungannya dengan suling, atau pluit semacam pluit wasit sepakbola, atau pluit polisi lalu – lintas.Demikian pula dengan roti panjang – sempit. Ternyata nama kawasan tersebut berasal dari kata fluit, yang lengkapnya: fluitschip, yang berarti "kapal (layar) panjang berlunas ramping", seperti yang dijelaskan dalam verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal (Koenoen – Endepols, 1948:281). Sekitar tahun 1660 di pantai sebelah timur muara. Kali Angke diletakan sebuah fluitschip, bernama Het WittePaert, yang sudah tidak laik laut, dijadikan kubu pertahanan untuk membantu Benteng Vijhoek yang terletak di pinggir Kali Grogol, sebelah timur Kali Angke, dalam rangka menanggulangi serangan serangan sporadis yang dilakukan oleh pasukan bersenjata Kesultanan Banten.Kubu tersebut kemudian dikenal dengan sebutan De Fluit (De Haan 1935:104).Sebutan Fluit yang berubah menjadi Pluit, ternyata berlanjut sampai dewasa ini, mengingatkan kita pada suasana sekitar pertengahan abad ke-17.

PONDOK CINAMerupakan sebutan nama untuk kampung yang ada di perbatasan Jakarta dengan daerah Depok Jawa Barat. Menurut sejarah nama Pondok Cina berasal dari sebutan tempat tinggal sementara bagi orang – orang Cina yang mengelola tanah pertanian yang ada disekitar Depok. Karena jarak Depok dengan Batavia cukup jauh, maka diperlukan pemondokan sementara bagi pekerja penggarap tanah partiklelir tersebut. Pondokan itu dibangun dilokasi kampung Pondok Cina sekarang.Kemudian dilokasi pemondokan ini oleh orang Cina dibangun rumah besar yang cukup bagus dan oleh masyarakat disebut dengan Pondok Cina.

PONDOK GEDEMerupakan penyebutan wilayah yang ada dipinggiran sebelah Timur Jakarta yang berbatasan dengan daerah Bekasi. Yang tersisa sekarangadalah penyebutan untuk Pasar Pondok Gede. Nama Pondok Gede berasal dari sebuah bangunan besar yang disebut dengan Landhuis. Bangunan Landhuis adalah rumah besar yang terletak dipinggiran kota sebagai tempat tinggal dan sekaligus sebagai tempat pengurus usaha pertanian dan peternakan.Sekitar tahun 1775 lokasi ini adalah lahan pertanian dan peternakan yang disebut juga dengan anderneming. Pondok Gede adalah milik tuan tanah yang bernama Johannes Hoojiman yang kaya raya. Bangunan pondok gede merupakan satu – satunya bangunan rumah besar yang ada dilokasi tersebut dan bagi masyarakat pribumi sering disebut pondok gede.

PONDOK LABUKawasan Pondok Labu dewasa ini menjadi sebuah Kelurahan dengan nama yang sama, termasuk wilayah Kecamatan Cilandak Kotamadya Jakarta Selatan.Nama kawasan itu diambil dari kata majemuk:pondok dan labu. Pondok berarti "gubuk", atau "dangau – dangau tempat pemondokan atau ` tempat penginapan sementara". Labu adalah nama beberapa macam tanaman merambat, antara lain labu yang bahasa ilmiahnya Lagenaria hispida Ser. Famili Cucurbitaceae, yaitu labu besar yang biasa dimakan (Fillet 1888: 193). Kata majemuk pondok- labu dapat berarti "pondok atau gubuk yang dirambati ( tanaman) labu"Kawasan Pondok Labu baru disebut – sebut pada tahun 1803 sebagai milik Pieter Walbeck, disamping Cinere dan Lebak Bulus yang pada jaman dulu oleh orang – orang Belanda biasa Simplicitas (baca Simplisitas). Di kawasan Pondok Labu tuan tanah tesebut mempunyai penggilingan padi dan sebuah rumah peristirahatan yang diberi nama Simplicitas (De Haan 1910, (I):103). Pada peta yang dibuat oleh Topographisch Bureau,Batavia 1900, penggilingan padi dan rumah peristirahatan itu terletak tidak begitu jauh dari Kali Pesanggrahan sebelah utara Rempoa.

PONDOK RANGONMerupakan nama kampung yang ada diperbatasan Jakarta dengan Bekasi di Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Wilayah Pondok Rangon cukup luas dengan batasnya:-Sebelah Utara berbatasan dengan markas Hankam Cilangkap-Sebelah Barat berbatasan dengan jalan Jagorawi dan-Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Sunter dan Pondok GedeAsal – Usul nama Kampung Pondok Rangon berdasarkan cerita lisanmasyarakat adalah sebagai berikut. Pada masa lalu ada seorang lelaki tua (aki – aki) yang bermukim disuatu tempat dengan seorang nenek –nenek yang ditemukan ditempat tersebut tanpa melalui perkawinan. Bagi masyarakat Sunda menyebut kehidupan kakek nenek itu dengan istilah Rangon. Karena kakek nenek itu tinggal disuatu pondok, maka masyarakat menyebut tempat itu dengan nama pondok rangon.

RAGUNANKawasan Ragunan dewasa ini menjadi sebuah Kelurahan, KelurahanRagunan, termasuk wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadya Jakarta Selatan.Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelaran yangdisandang tuan tanah pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel,yang diperolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa.Menarik untuk disimak, bagaimana seorang Belanda kelahiran Steenwijk,dianugerahi gelar begitu tinggi oleh Sultan Banten, musuh Belanda.Sekilas, rangkaian peristiwanya mungkin dapat digambarkan sebagai berikut.Pada tahun 1675 dari Banten terbetik berita, bahwa sebagian dariKeraton Surasowan, tempat bertahtanya Sultan Ageng Tirtayasa, terbakar Dua bulan setelah kebakaran itu datanglah Hendrik Lucaasz. Cardeel,seorang juru bangunan, mengaku melarikan diri dari Batavia, karena ingin memeluk agama Islam dan membaktikan dirinya kepada Sultan Banten bak pucuk dicinta, ulam tiba, Sultan sedang membutuhkan ahli bangunan berpengalaman, tanpa dicari dating sendiri. Kemudian Cardeel ditugasi memimpin pembangunan istana, dan kemudian bangunan – bangunan lainnya,termasuk bendungan dan istana peristirahatan si sebelah hulu CiBanten,yang kemudian dikenal dengan sebutan bendungan dan istana Tirtayasa.Seluruh perhatian sultan Tirtayasa seolah – olah tersita kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Cardeel. Rupanya tidak sedikit pun terlintas dalam pikirannya untuk melakukan suatu gerakan militer ke Batavia, ketika sebagian besar kekuatan Kompeni sedang dikerahkan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka "membantu" Mataram menghadapi Pangeran Trunijoyo, dari tahun 1677 sampai akhir tahun 1681.Dalam pada itu Sultan Haji terus – menerus mendesak agar dia segera dinobatkan menjadi Sultan. Akhirnya terjadilah perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak, Sultan Haji mengirim utusan ke Batavia , untuk meminta bantuan Kompeni. Dengan bantuan Kompeni akhirnya Sultan Haji berhasil menduduki tahta Kesultanan Banten, sudah barang tentu dengan keharusan memenuhi segala tuntutan penolongnya, Belanda.Adapun yang diutus ke Batavia, untuk meminta bantuan itu, tidak lain tidak bukan, adalah Kiai Aria Wiraguna, alias Cardeel. Atas jasanya itu, Cardeel ditingkatkan gelarannya, menjadi Pangeran Wiraguna.Beberapa tahun kemudian oleh Pangeran Wiraguna Kesultanan Bantenterasa sempit, karena semakin banyak yang tidak menyukainya. Pada tahun 1689 Cardeel pamit kepada Sultan, dengan dalih akan pulang dahulu kenegerinya. Tetapi ternyata dia terus menetap di Batavia, kembali memeluk agama Kristen dan menjadi tuan tanah yang kaya raya.Tanahnya yang terluas adalah dikawasan yang namanya sampai dewasa ini mengingatkan kita pada seseorang Belanda jaman VOC yang sangat beruntung, Hendrik Lucaasz Cardeel bergelar Pangeran Wiraguna, yang makamnya oleh sementara orang bangsa Indonesia dikeramatkan (Sumber De Haan 1910, 1911, 1935; Colenbrander 1925, jilid 2).

RAWA BADAKMerupakan penyebutan daerah atau kampung yang terletak dekat pelabuhan Tanjung Priuk Jakarta Utara. Asal – usul nama Rawa Badak berasal dari penyebutan tempat yang merupakan rawa – rawa yang sangat besar. Daerah ini pada masa lalu merupakan rawa – rawa yang luas, kemudian oleh para pendatang rawa ini diuruk sehingga tanah di daerah ini kering dan layak dihuni.Rawa Badak berasal dari dua kata yang digabung. Rawa berarti tempat yang selalu basah karena banyak air dan badak berasal dari bahasa Sunda atau Jawa yang berarti besar atau luas. Maka bagi orang Sunda atau orang jawa daerah ini disebut dengan Rawa Badak yang artinya rawa yang luas.

ROA MALAKAKawasan Rowamalaka, atau Ruamalaka, dewas ini menjadi sebuahKelurahan, Kelurahan Roamalaka, termasuk wilayah Kecamatan Tambora,Kotamadya Jakarta Barat.Mengenai asal nama kawasan itu ada dua pendapat. Pertama berasal dari kata rawa dan malaka" sebuah rawa dengan pohon malaka" (Garicinia cornea L. termasuk keluarga Clusiaceae), yang buahnya dapat dimakan.Hal itu masuk akal, karena kawasan tersebut jaman dahulu memang berawa – rawa, sedang pohon malaka dapat tumbuh di dataran rendah.Keterangan lain menyatakan, bahwa kawasan tersebut dikenal dengan nama Roa – Malaka, karena pernah dijadikan tempat pemukiman orang – orang Portugis yang ditawan di Malaka, setelah kota tersebut pada tamggal 1 Januari 1641 direbut oleh Belanda dari orang – orang Portugis yang menguasainya selama 130 tahun. Sebagian besar orang – orang Portugis yang ditawan ditempatkan di Nagapatman, pantai barat India. Sebagian lagi ditempatkan di Batavia (De Haan 1935:83). Golongan atas dari tawanan perang itu, termasuk mantan Gubernur Malaka Dom Luiz Martin de Chichorro, ditempatkan di Jonkersgracht, yang pada jaman itu terbilang daerah pemukiman elit (J.R. van Diessen 1989:191).Jonkersgracht kemudian dikenal dengan sebutan Rua Malaka atau Jalan Malaka Rua Malaka lambat – laun berubah pengucapannya, menjadi Roa Malaka. Pada masa pemerintahan Van Der Cappellen (1816 – 1826),Jonkersgratch diuruk (De Haan 1935:205), mungkin karena proses pendangkalannya makin cepat sehingga menimbulkan genangan – genangan air yang menjadi sumber penyakit (De Haan 1935:205).

SALEMBASalemba adalah kawasan antara Jalan Kramat Raya dan Jalan Matraman Raya . Dikawasan Salemba terdapat beberapa nama tempat yang diawali Salemba, seperti salemba Bluntas, Salemba Tengah, Salemba Utankayu,dan Salemba Tanah Padri.Pada peta abad kesembilanbelas dan peta awal abad ke-20 kawasanSalemba bernama Struyswijk, yang dapat diartikan "kawasan Struys" karena tuan tanah pertamanya, adalah Abraham Struys, seorang mantan pejabat pada Kompeni yang kaya raya. Tanah itu kemudian diwariskan kepada anaknya, Anna Struys yang menikah dengan Joan van Hoorn,seorang pejabat tinggi Kompeni di Batavia.Menurut Resolusi tertanggal 22 Oktober 1699 kawasan struyswijk menjadi milik Joan van Hoorn, yang menjual sebagian daripadanya.Kepada Domine Kiezenga seharga 5000 Ringgit, termasuk 330 ekor sapi dan sejumlah perlengkapan rumah tangga. Bagian yang dibeli Domine tersebut kemudian dikenali dengan sebutan Tanah Padri(De Haan 1910:6,7,13) yang masih tercantum sebagai nama tempat pada peta 1911 yang ditebitkan olehTopograpisch Inrichting Batavia,

SAMPURMerupakan nama tempat obyek wisata atau tempat melancong masa lalu yang terletak dipiggir pantai sehingga sering disebut dengan pantai sampur. Nama ini berasal dari kata yang diberikan oleh orang Belanda untuk tempat peristirahatan dipinggir pantai zandpoort. Oleh masyarakat pribumi istilah ini dibaca dengan sampur. Untuk masa sekarang kata sampur hampir hilang dari peta kota Jakarta, karena pantai ini telah dikembangkan untuk perluasan pelabuhan peti kemas Tanjung Priuk. Pada masa lalu, pantai sampur ini merupakan obyek wisata pantai yang paling terkenal di Batavia.Pantai sampur disukai oleh noni – noni dan sinyo – sinyo (sebutan untuk muda – mudi orang Belanda) dan begitu juga masyarakat pribumi,banyak yang berkunjung ke pantai sampur ini. Sebelum pantai Ancol dikembangkan sebagai obyek wisata pantai yang disebut dengan Pantai Bina Ria Ancol, pantai sampur merupakan obyek wisata pilihan utama diteluk Jakarta.

SENAYANKawasan senayan mulai banyak dikenal sejak di sana didirikan sebuah gelanggang olah raga yang bertaraf internasional dengan nama Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno, yang dibangun awal tahun enampuluhan atas bantuan Pemerintahan Uni Sovyet pada jaman Perdana Menteri Nikita Sergeiwitsj Kruschev. Senayan semakin banyak disebut –sebut setelah dibangun Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) danDewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.Pada peta yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau, Batavia, tahun 1902 kawasan Senayan masih ditulis Wangsanajan, atau Wangsanayan menurut EYD. Kata wangsanayan dapat berarti "tanah tempat tinggal atau tanah milik seseorang yang bernama Wangsanaya". Wangsanayan lambat –laun berubah, menjadi lebih singkat, Senayan.Tidak mustahil, Wangsanayan tersebut adalah yang dimaksud oleh De Haan, sebagai salah seorang asal Bali, berpangkat Letnan, sekitar tahun 1680 (De Haan 1911:174). Belum ditemukan keterangan lebih lanjut dari tokoh tersebut, demikian pula tentang sejarah yang berkaitan dengan kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Senayan itu.

SENENKawasan Senen dewasa ini menjadi sebuah Kecamatan, Kecamatan Senen,wilayah Kotamadya Jakarta Pusat.Nama diambil dari sebutan terhadap pasar yang dibangun oleh Justinus Vinck, di ujung sebelah selatan jalan Gunung Sa(ha)ri, yang dulu bernama Grote Zuiderweg. Di kalangan orang – orang Belanda, pasar tersebut dikenal dengan sebutan Vinckpasser (pasar Vinck). Tetapikarena hari pasarnya pada awalnya ditetapkan hanya hari Senin, lalu disebut Pasar Senen. Berkat kemajuan dan semakin ramainya pasar itu,maka sejak tahun 1766 dibuka pada hari – hari lainnya.Di sebelah timur pasar terdapat rumah – rumah orang Cina. Dibelakangnya mengalir terusan yang dinamai Kali Baru. Terusan itudibuat pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff (1743 – 1750).Pada awalnya Pasar Senen hanya terdiri atas gubuk – gubuk. Sampai tahun 1815 di sana masih terdapat rumah – rumah dari gedek. Walaupun sudah ada rumah petak dari kayu, tetapi belum ada satu pun rumah tembok. Menurut catatan, pada tanggal 9 Juli 1826, sebagian besar dari bangunan – bangunan pasar itu terbakar. Mungkin sesudah terjadinya kebakaran itu baru mulai dibangun bangunan – bangunan dari tembok (Bahan diambil dari buku karya F. De Haan, Oud Batavia, Bandung 1935).

SRENGSENG SAWAHSrengseng Sawah dewasa ini menjadi nama sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Sampai tahun tigalpuluhan abad ke-20 kawasan Srengseng menjadi bagian dari wilayah Distrik (Kewedanaan) Kebayoran, Kabupaten Meestercornelis.Dahulu kawasan tersebut biasa disebut Srengseng saja, tanpa katasawah. Orang Belanda VOC menyebutnya Sringsing. Mungkin karena di situ banyak dibuka persawahan, maka kemudian disebut Srengsengsawah. Atau,mungkin juga untuk membedakannya dengan Srengseng di Jakarta Barat,yang sekarang menjadi nama kelurahan di wilayah Kecamatan Kebonjeruk.Srengseng diambil dari nama semacam pandan berdaun lebar,pinggirnyaberduri – duri, Pandanus caricosus Ramph, termasuk famili Pandaneseae. Daunnya bisa dianyam dijadikan tikar atau topi kasar (Fillt 1883, 264). Sampai meletusnya Perang Dunia Kedua produksi tikar dan topi pandan dari Distrik Kebayoran mempunyai nilai ekonomi yang cukup berarti, dapat dipasarkan kedaerah – daerah lain, bahkan ke luar Pulau Jawa ( Tideman 1932:19). Sampai tahun tujuh puluhan abad ke-20 ,Masih banyak penduduk asli Srengseng Sawah dan sekitarnya yang membuat tikar dan topi pandan sebagai usaha sampingan.Pada tahun 1674 kawasan Srengseng tercatat sebagai milik Karim, anak seorang bekas Kapten Jawa, bernama Citragladak. Kemudian jatuh ke tangan Cornelis Chalestein, tuan tanah kaya raya yang antara lain memiliki tanah partikelir Depok. Di Srengseng ia mempunyai sebuah rumah peristirahatan. (De Haan 1935:340).

SUNDA KELAPAMerupakan sebutan pelabuhan tradisional yang ada di teluk Jakarta.Sebenarnya nama ini awalnya adalah Kelapa. Hal ini dapat di buktikan dengan berita yang terdapat dalm tulisan hasil perjalanan Tome Pires pada tahun 1513 yang disebut dengan Suma Oriental.Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama pelabuhan adalah Kelapa.Karena pada waktu itu wilayah ini dubawah kekuasaan kerajaan Sunda maka kemudian pelabuhan ini disebut dengan Sunda Kelapa.

TAMBORAKawasan Tambora dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, KelurahanTambora, termasuk wilayah Kecamatan yang sama Kotamadya Jakarta Barat.Nama Tambora dari kawasan ini mungkin diberikan oleh orang –orang yang berasal dari Pulau Sumbawa, yang pada tahun 1755 diberitakan dipimpin oleh seorang Kapten. Mungkin komunikasi mereka, yang jumlahnya tidak begitu banyak, kurang mendapat perhatian, kalau saja tidak munculseorang tokoh yang menimbulkan kekaguman orang – orang Belanda, yaitu Kapten Abdullah Saban. Karena menunjukkan jiwa kepemimpinan yang luar biasa, terutama dalam pertempuran di laut, Pada tahun 1794 dia diangkat menjadi Kepala Kepulauan Seribu (Hoofd over Duizend Eilanden). Pada tahun 1800 ia dianugerahi pedang kehormatan. Pada tahun 1808 oleh Daendels diangkat menjadi Liutenant van de eerste classe bij de Hollandshe Koninglijke Marin (De Haan 1935:375).Tokoh lain yang perlu dicatat, adalah Haji Mustoyib Ki Daeng yang berjasa membangun Masjid Tambora. Ia adalah orang Cina muslim, asal Makasar, pernah tinggal beberapa lama di Bima, di kaki Gunung Tambora,Sumbawa. Karena suatu sebab, mungkin dituduh menghasut warga setempat untuk melawan penguasa, pada tahun 1755 ia dihukum penjara di Batavia,selama 5 tahun. Setelah bebas ia berniat akan tetap tinggal di Batavia. Sebagai tanda syukur kepada Yang Maha Kuasa, pada tahun 1761 ia membangun sebuah masjid. Untuk mengenang tempat ia ditangkap penguasa, masjid yang dibangunnya itu diberi nama Masjid Tambora (J.R van Diesen 1989:206).Masjid yang dibangun Mustoyib itu merupakan inti dari keadaannyadewasa ini. Bagiannya yang terletak dipinggir sungai masih menunjukkanbentuk asalnya. Setelah mengalami beberapa kali perbaikan, pada tahun 1980 masjid itu diperbaiki lagi serta diperluas.Haji Mustoyib dimakamkan di halaman masjid tersebut. Makamnya yang dinaungi bangunan bertiang tembok enam buah, sampai dewasa ini masih terpelihara dengan baik.

TANAH ABANGKawasan Tanah abang meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat.Menurut Tota M. Tobing (intisari, Agustus 1985), ada anggapan, bahwa namaTanah Abang diberikan oleh orang – orang Mataram yang berkubu di situ dalam rangka penyerbuan Kota Batavia tahun 1628. Pasukan tentara Mataram tidak hanya datang melalui laut di utara, melainkan juga melalui darat dari selatan. Ada kemungkinan pasukan tentara Mataram itulah yang memberi nama Tanah Abang, karena tanahnya berwarna merah,atau abang menurut bahasa Jawa.Kemungkinan lain adalah bahwa nama itu diberikan oleh orang – orang (Jawa) Banten yang bekerja pada Phoa Bingham, atau Bingam, waktu membuka hutan di kawasan tersebut. Konsesinya diperoleh Bingam, Kapten golongan Cina, pada tahun 1650 (De Haan, II: 413). Mungkin karena pernah bermukim di Banten sebelum hijrah ke Batavia, seperti Benkon, pendahulunya, Bingam pun akrab dengan orang – orang Banten. Benkon pernah membebaskan wangsa, seorang asal Banten,dari tahanan Kompenidengan uang jaminan sebesar 100 real, pada tahun 1633 (Hoetink dalamBijdragen 79, 1923:4).

TANAH MERDEKAMerupakan penyebutan wilayah yang cukup luas di Jakarta TimurLokasinya sekarang terbentang, antara jalan Raya Bogor,KelurahanDukuh, jalan tol T.B Simatupang dan terus ke Selatan kelurahanRambutan dan kelurahan Ceger. Sekarang yang tersisa adalah nama jalan yang ada dikelurahan Rambutan. Penyebutan nama Tanah Merdeka berasaldari masa penjajahan VOC berkuasa di Batavia. Pada waktu itu bagitokoh yang berjasa membantu VOC akan diberi lahan tanah di pinggiran Kota Batavia dan tidak dipungut pajak. Mereka yang diberi tanah itu harus mampu menjaga keamanan dan harus membantu VOC dalam segala hal.Tanah yang diberikan kepada orang yang berjasa bagi VOC itu disebut Tanah Merdeka.

TIANG BENDERAKawasan Tiang Bendera terletak di wilayah Kelurahan Roamalaka,Kecamatan Tambora, Kecamatan Jakarta Barat. Kantor Kelurahannyasendiri, dewasa ini terletak di Jalan Tiang Bendera Utara No.90A.Nama Tiang Bendera berasal dari tiang bendera yang sehari – hariterpancang di depan rumah Kapten Cina pada pertengahan abadkedelapanbelas, setelah selesainya pemberontakan Cina, tahun1740.setiap tanggal 1 penanggalan Masehi, mulai tahun 1743, pada tiang bendera itu dikibarkan bendera, untuk mengingatkan warga Tionghoa untuk membayar pajak kepala, sewaan rumah dan sebagainya. Menurut F.De Haan, dikalangan orang –orang Cina di Batavia, tanggal 1 setiap bulan penanggalan Masehi biasa disebut "dag der vlaghijsching", hari pengibaran bendera.Demikianlah maka kawasan tersebut dikenal dengan sebutan Kampung Tiang Bendera(sic).Rumah tempat tinggal Kapten Cina (tidak jelas siapa namanya ituawalnya bukanlah rumah dinas, melainkan rumah milik pribadi, yang dibelinya dari Gubernur Jenderal Baron van Imhoff pada tahun 1743.Pada tahun 1747, setelah kapten itu meninggal, rumah tersebut dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan, dan dijadikan rumah dinas Kapten Cina.Mulai tahun 1805 dirumah itu biasa diselenggarakan rapat – rapat Dewan Cina. Dewan tersebut kemudian menempati bangunan tua Belanda di Jalan Tongkongan.

TUGUKawasan Tugu dewasa ini dibagi menjadi dua kelurahan, yaitu Kelurahan Tugu Selatan dan Tugu Utara, termasuk wilayah Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara.Tugu berupa prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara diperkirakan dibuat pada abad kelima Masehi, ditemukan dikampung Batutumbuh,dijadikan sebutan bagi kawasan tersebut. Prasasti tersebut memberitakan tentang dibuatnya saluran air sepanjang 6122 busur, atau kurang lebih 11 Kilometer, dalam waktu 21 Hari. Hal itu membuktikan bahwa 16 abad yang lalu saluran air di pantai utara kawasan Jakarta dan sekitarnya sudah diperlukan, untuk mengatur pengairan, baik untuk penanggulangan bahaya banjir atau pun untuk pertanian.Tugu mulai disebut – sebut pada tahun 1661 yaitu tahun ditempatkannya 23 orang Kristen asal Benggala dan Koromandel. Lima belas tahun kemudian. Jumlahnya meningkat menjadi 40 atau 50 keluarga dan ditempatkan seorang guru di sana. Setengah abad kemudian, 1735 dibangunlah sebuah gereja dari tembok, yang pada tahun 1740 dibakar oleh orang – orang Cina yang memberontak. Pada tahun 1744 dibangun lagi gereja baru atas biaya seorang pejabat VOC Justinus Vinck.Prasastinya sendiri, yang berbentuk bulat hampir menyerupai kerucut,sehingga baris – baris hurufnya dituliskan melingkar, sebanyak 5 baris berhuruf Palawa, dewasa ini disimpan di Museum Nasional Replikanya dapat disaksikan di Museum Sejarah Jakarta, di Taman Fatahillah.
lihat juga :http://www.engelfriet.net/Alie/Hans/desindes.htm untuk foto foto jaman Hindia Belanda